Selamat Datang Di Kampus Ceria.. MADRASAH IBTIDAIYAH MUHAMMADIYAH KAYUTREJO " Mandiri Santun Cerdas " (Mimka MSc) Status Terakreditasi ~ Terimalah Salam Kami Asalamu'alaikum Warahmatullohi Wabarokaatuh, Mimka Selalu ada yang baru. "Silaturrohmi Alumni, Menjalin Ukhuwah Dunia Akhirat; Mempersiapkan Siswa - Siswi Madrasah yang Mandiri, Santun dan Cerdas

Sabtu, 26 Oktober 2013

Nabi Ibrahim dan Ismail Meninggikan Baitulloh (Ka'bah)



Firman Allah, "Dan ingatlah ketika Ibrahim dan Ismail meninggikan fondasi Baitullah, sedang dia berkata, “Ya Tuhan kami, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." Dahulu, ketika keduanya meninggikan fondasi, keduanya berdoa kepada Allah agar kiranya Dia menerima amalnya, sedang hatinya bergetar karena khawatir tidak akan diterima, sebagaimana Allah menuturkan keadaan kaum mukmin yang ikhlas dalam firman-Nya, "Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati bergetar" karena khawatir amalnya tidak diterima.

Diriwayatkan dari Al-Bukhari  dalam kitab Shahih-nya, dari Ibnu Abbas r.a., dia berkata, "Wanita pertama yang membuat ikat pinggang ialah ibunya Ismail. Dia membuatnya untuk (mengikat pakaian agar terjuntai ke tanah) agar menutupi jejak kakinya sehingga tak diketahui oleh Sarah. Kemudian Ibrahim membawa istri dan anaknya Ismail yang masih disusuinya. Ibrahim menempatkan istrinya dekat Baitullah di sisi pohon Dauhah, pada bagian atas sumur Zamzam dan Masjidil Haram menurut perkiraan sekarang.

Pada saat itu di Mekkah belum ada segelintir manusia pun dan tiada air. Ibrahim menempatkan keduanya di sana berikut sebuah tempat makanan berisi kurma dan tempat yang berisi air. Kemudian Ibrahim pun berlalu. Maka ibu Ismail mengikutinya sambil berkata, “Hai Ibrahim, hendak kemana? Engkau meninggalkan kami di lembah yang tiada teman atau apa pun.” Ibu Ismail memberondongnya dengan pertanyaan itu beberapa kali. Namun, Ibrahim tidak meliriknya. Ibu Ismail bertanya, “Apakah Allah telah menyuruhmu berbuat demikian?” Ibrahim menjawab, “Benar.” Ibu Ismail berkata, “Jika demikian, maka Dia tidak akan menelantarkan kami.” Kemudian, Ibu Ismail pun kembali ke tempat semula. Ibrahim melanjutkan langkahnya hingga sampai di Tsaniah di tempat istri dan anaknya tidak lagi dapat melihatnya.

Dia menghadapkan wajahnya ke Baitullah seraya mengangkat kedua tangannya sambil berdoa demikian, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak memiliki pepohonan, yaitu di sisi Rumah-Mu yang suci….mudah-mudahan mereka berterima kasih.” Kemudian ibu Ismail menyusui anaknya dan dia minum dari tempat persediaan air. Setelah air itu tandas, maka dia kehausan, demikian pula anaknya. Dia memperhatikan anaknya yang berguling-guling kehausan. Dia melengos karena tidak tega melihat anknya demikian. Maka dilihatnya bukit Shafa sebagai tempat yang paling dekat darinya. Dia berdiri di puncaknya sambil megarahkan pandangannya ke lembah dengan harapan melihat seseorang. Namun, dia tidak melihat seorangpun. Kemudian, dia turun dari Shafa. Ketika dia tiba di lembah, dia menyingsingkan kainnya lalu berjalan seperti orang tergesa-gesa hingga melintasi lembah tersebut. Kemudian dia menuju Marwah, lalu berdiri dipuncaknya dengan harapan dapat melihat seseorang. Tetapi dia tidak melihat seorang pun. Dia melakukan perbuatan demikian sebanyak tujuh kali."Ibnu Abbas berkata bahwa Nabi saw. bersabda, "Oleh karena itulah maka manusia bersa'i antara keduanya."Ketika dia hampir tiba di Marwah, dia mendengar sebuah suara. Dia berkata, “Diam!” Maksudnya menenteramkan diri sendiri. Lalu dia mendengar lagi suara. Dia berkata, “Engkau telah memperdengarkan suara. Apakah kamu dapat menolong?” Tiba-tiba dia melihat malaikat dekat tempat bakal sumur Zamzam. Malaikat menggali tanah dengan tumitnya atau dengan sayapnya sehingga muncullah air. Maka Dia mulai membendung air dengan tangannya begini….Dia menciduk air ke tempatnya, kemudian air pun terus menyembur setelah diciduk"Ibnu Abbas berkata bahwa Nabi saw. bersabda. "Semoga Allah melimpahkan rahmat kepada Ibu Ismail. Jika dia membiarkan Zamzam, atau jika dia tidak menciduk airnya, niscaya Zamzam menjadi mata air yang mengalir.
"Ibu Abbas berkata, “Kemudian dia minum lalu menyusui anaknya”. Malaikat berkata kepadanya, “Kamu jangan khawatir akan disia-siakan karena di sana ada Baitullah yang akan dibangun kembali oleh anak ini dan bapaknya. Dan bahwa Allah tidak akan menelantarkan penduduknya.” Keadaan Baitullah itu lebih tinggi dari permukaan tanah. Ia seperti tonjolan tanah yang diterpa banjir sehingga mengikis bagian kiri dan kanannya. Kondisi Ibu Ismail terus berlanjut demikian sampai sekelompok Bani Jurhum atau sekelompok pengunjung Baitullah dari kalangan Bani Jurhum lewat di sana dari suatu jalan. Mereka turun ke lembah Mekkah dan melihat ada burung berputar di angkasa. Mereka berkata, “Burung itu pasti mengitari air. Kita yakin bahwa di lembah ini ada tempat air”. Kemudian dia megirim satu atau dua orang utusan. Ternyata mereka menemukan air. Mereka kembali memberitahukan ihwal air. Maka mereka mendekatinya."

Ibnu Abbas berkata, "Saat itu Ibu Ismail berada di sekitar air. Mereka berkata kepadanya”, “Apakah engkau megizinkan kami untuk tinggal di dekat airmu?” Dia menjawab, “Boleh saja. Namun kalian tidak berhak atas air ini.” Mereka menjawab, “Baiklah.”

"Ibnu Abbas berkata, "Nabi bersabda, “Maka Ibu Ismail menerima mereka dengan baik karena dia ingin punya teman.” Mereka pun menetap dan mengirimkan utusan kepada warganya untuk tinggal bersama mereka di sana sehingga berdirilah beberapa rumah di sana. Sang bayi pun tumbuh menjadi pemuda. Dia belajar bahasa Arab dari mereka. Dia disayang dan disanjung oleh mereka. Setelah dia balig, mereka mengawinkannya dengan salah seorang perempuan dari suku mereka. Ibu Ismail pun meninggal. Setelah Ismail menikah, datanglah Ibrahim guna menengok keturunan yang dulu ditinggalkannya. Namun, dia tidak mendapatkan Ismail. Ibrahim bertanya kepada istri Ismail. Istrinya menjawab, “Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.” Kemudian Ibrahim menanyakan ihwal penghidupan dan kesejahterannya. Istri Ibrahim menjawab, “Kami dalam kondisi yang buruk dan hidup dalam kesempitan dan kemiskinan.” Sang istri mengadu kepada Ibrahim. Ibrahim berkata, “Apabila suamimu datang, sampaikan salam saya kepadanya dan sampaikan pesan bahwa dia harus mengubah ambang pintunya.” Setelah Ismail datang, maka seolah-olah dia lupa akan sesuatu, kemudain bertanya, “Apakah tadi ada orang yang datang?” Si istri menjawab, “Ya, tadi ada orang tua begini….begini….datang. Dia bertanya kepadaku ihwal engkau, maka aku menceritakannya dan dia pun bertanya ihwal kehidupan kita, dan aku pun menceritakannya bahwa kita hidup dalam kepayahan dan kesusahan.” Ismail bertanya, “Apakah dia berpesan sesuatu kepadamu?” Istrinya menjawab, “Benar. Dia menyuruhku menyampaikan salamnya kepadamu dan menyuruhmu mengubah ambang pintu rumahmu.”Ismail berkata, “Dia adalah bapakku. Dia menyuruhku menceraikanmu. Maka kembalilah kamu kepada keluargamu.” Ismail menceraikannya, kemudian mengawini wanita lain dari Bani Jurhum."

"Ibrahim meninggalkan mereka selama beberapa waktu. Kemudian dia menjumpainya, namun tidak mendapatkan Ismail. Dia masuk ke rumah istrinya dan menanyakan ihwal dia. Si istri berkata, “Dia sedang pergi mencari nafkah untuk kami.” Ibrahim bertanya, “Bagaiman keadaan penghidupan dan kondisi kalian?” Si istri menjawab, “Kami baik-baik saja dan berkecukupan.” Si istri memuji kepada Allah Ta'ala. Ibrahim bertanya, “Apa yang kalian makan?” Si istri menjawab, “Daging” Ibrahim bertanya, “Apa yang kalian minum?” Si istri menjawab, “Air.” Ibrahim berkata, “Ya Allah, berkatilah mereka pada daging dan air."

Nabi saw. bersabda, "pada saat itu, mereka belum memiliki makanan pokok berupa biji-bijian. Seandainya mereka punya, niscaya Ibrahim akan mendoakannya supaya biji-bijian itu diberkati."

Nabi bersabda, "Daging dan air memang ada pada selain penduduk Mekkah, namun tidak cocok menjadi makanan pokok. Ibrahim berkata, “Apabila suamimu datang, sampaikanlah salamku kepadanya dan suruhlah dia menetapkan ambang pintu rumahnya.” Ketika Ismail datang, dia bertanya, “Apakah ada orang yang datang?” Si istri menjawab, “Ada seorang tua yang baik penampilannya (si istri memuji Ibrahim) dan dia menanyakan ihwalmu kepadaku, lalu aku pun menceritakannya. Dia bertanya kepadaku ihwal penghidupan kita , maka akupun menyampaikannya bahwa kehidupan kami baik-baik saja.” Ismail bertanya, “ Adakah dia pesan sesuatu kepadamu?” Si istri menjawab, “Dia menyampaikan salam kepadamu dan menyuruhmu untuk mengokohkan ambang pintu rumahmu.” Ismail berkata, “Dia adalah ayahku dan engkau merupakan ambang pintu itu. Dia menyuruhku untuk tetap mengawinimu."

"Kemudain Ibrahim meninggalkan mereka selama beberapa waktu. Seelah itu, dia datang lagi, sementara Ismail tengah meraut anak panah di bawah pohon Dauhah dekat sumur Zamzam. Ketika Ismail melihatnya, dia bangkit dan terjadilah adegan yang maklum terjadi antara anak dan ayahnya dan ayah dengan anaknya. Ibrahim berkata, “Hai Ismail, sesungguhnya Allah memberiku sebuah perintah.” Ismail berkata, “Lakukanlah apa yang diperintahkan oleh Tuhanmu.” Ibrahim berkata, “Apakah kamu akan membantuku?' Ismail menjawab, “Aku akan membantumu.” Ibrahim berkata, “Sesungguhnya Allah menyuruhku membuat suatu rumah di sana.” Ibrahim menunjuk ke tumpukan tanah yang lebih tinggi dari sekelilingnya."

Ibnu Abbas berkata, "Pada saat itu keduanya meninggikan fondasi Baitullah. Ismail mulai mengangkut batu, sementara Ibrahim memasangnya. Setelah bangunan tinggi, Ismail datang membawa batu ini (yakni batu yang dipijak Ibrahim pada saat pembangunan Ka'bah sudah tinggi. Batu inilah yang disebut Maqam Ibrahim) untuk dijadikan pijakan oleh Ibrahim. Sementara Ibrahim memasang batu dan Ismail menyodorkannya, keduanya berdoa, “Ya Tuhan kami, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi maha Mengetahui.”

"Ibnu Abbas berkata, "maka keduanya terus menuntaskan pembangunan sekeliling Ka'bah sambil berkata, "ya Tuhan kami, terimalah amal kami. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Melihat."Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud".Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.

Allah berfirman: "Dan kepada orang yang kafir pun Aku beri kesenangan sementara, kemudian Aku paksa ia menjalani siksa neraka dan itulah seburuk-buruk tempat kembali".Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) fondasi-fondasi Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." (Al-Baqarah, 125-128)

Rabu, 02 Oktober 2013

Sejarah Hari Kesaktian Pancasila

Setiap tanggal 1 Oktober kita memperingatI hari Kesaktian Pancasila. Sudah 45 tahun revolusi berdarah tanggal 30 September 1965 yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI). Kudeta berdarah yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) ini menelan enam Jenderal TNI AD dan dua Perwira.
Tujuan kudeta tersebut adalah merebut pemerintahan yang sah dan mengganti ideologi Pancasila dengan komunisme-sosialisme. Tetapi Tuhan berkehendak lain, sehingga revolusi berdarah ini mengalami kegagalan dan Pancasila masih tegak kuat menjadi dasar negara dan dasar sumber hukum bangsa Indonesia.

Setelah 45 tahun, saatnya kita menggali kembali makna hari Kesaktian Pancasila ini agar bangsa Indonesia bisa belajar dari sejarah kelam dan bisa bangkit dari krisis multidimensi. Peristiwa ini adalah puncak dari kerapuhan pemerintah Orde Lama di bawah kendali Presiden Soekarno, yang kemudian dilengserkan oleh MPRS pada tahun 1967.
Pada awal berdirinya pemerintahan Orde Baru, di bawah kendali Presiden Soeharto, secara bulat dan meyakinkan tertulis di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) akan melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsukuen. Dasar negara Pancasila dijadikan sebagai landasan ideal dan hukum Rencana Program Pembangunan Lima Tahun (Repelita) dan panjang. Sehingga pemerintah Orde Baru memproklamirkan dan mensosialisasikan program Pedoman, Penghayatan, dan Pengamalan Pancasila (P4).

Setelah pemerintahan Orde Baru berlangsung selama 32 tahun, ternyata Pancasila justru menjadi “alat politik” pemerintahan Orde Baru untuk melanggengkan kekuasaan. Dan, slogan keberhasilan pembangunan ekonomi ternyata justru hanya melahirkan kesenjangan sosial, krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis politik, dan utang luar negeri yang membengkak.

Akhirnya, Orde baru pun digulingkan oleh gerakan moral (moral forces) mahasiswa tahun 1998 yang melahirkan Orde Reformasi.

Melalui hari Kesaktian Pancasila sekarang ini, kita mencoba untuk menggali kembali makna mendalam Pancasila sebagai ideologi bangsa, dasar hukum, dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk ditanamkan dalam diri anak didik kita. Sehingga, anak didik kita kelak menjadi generasi bangsa yang mempunyai wawasan kebangsaan dan nasionalisme supaya tidak terjebak pada tindakan menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuan seperti PKI. Hari Kesaktian Pancasila bukan dalam arti mitologi, bahwa karena kesaktiannya Pancasila mampu menggagalkan rencana PKI untuk menggantikannya dengan ideologi komunis.

Mari kita memaknai kembali hari Kesaktian Pancasila sebagai wahana pendidikan bagi anak didik kita untuk melaksanakan nilai-nilai Pancasila secara murni dan konsukuen dengan semangat belajar dan prestasi. Sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia yang sedang berjuang keluar dari krisis multidimensi dan perkembangan globalisasi, maka memaknai hari Kesaktian Pancasila haruslah kontekstual. Ada tiga prinsip yang harus ditanamkan pada anak didik kita sejak dini menurut Presiden Soekarno yang sering disebut dengan Trisakti.

Pertama adalah sakti dalam berbudaya dan berkepribadian. Artinya pendidikan yang kita ajarkan sejak Sekolah Dasar haruslah berdasarkan kepada nilai-nilai Pancasila yang lahir dari khasanah budaya bangsa Indonesia. Kepribadian dan budaya Indonesia yang luhur akan melahirkan anak didik yang mempunyai kebanggaan nasional, cinta tanah air, semangat persatuan dalam pembangunan, dan harga diri sebagai bangsa Indonesia.

Kedua, sakti dalam bidang ekonomi yaitu berdiri di atas kaki sendiri (berdikari). Bangsa Indonesia harus keluar dari ketergantungan kepada negara lain dalam bidang ekonomi. Anak-anak Indonesia harus belajar ekonomi Pancasila yang didasarkan pada kemandirian, kekeluargaan, dan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional. Dengan menerapkan ekonomi Pancasila, maka diharapkan tidak ada eksploitasi terhadap sumber daya alam, penumpukan kekayaan pada segolongan orang, dan kesenjangan sosial. Sebab sesuai dengan amanat UUD 1945 pasal 33 bahwa kekayaan alam Indonesia digunakan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Indonesia.

Ketiga, sakti dalam berdaulat dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Indonesia telah kehilangan Provinsi Timor Timur, pulau Sipadan dan Ligitan, sekarang Indonesia sedang menghadapi persoalan perbatasan wilayah dengan Malaysia. Oleh karena itu seluruh rakyat Indonesia harus berjuang bersama-sama mempertahankan kedaulatan wilayahnya dari rongrongan negara lain. Sebab, kedaulatan wilayah Indonesia adalah sumber kekayaan alam sekaligus simbol harga diri sebagai bangsa yang besar.

Dengan menggali kembali makna Kesaktian Pancasila melalui semangat dan jiwa Trisakti yang kita tanamkan dalam pendidikan kepada anak didik kita, maka bangsa Indonesia akan keluar dari krisis multidimensi. Dan, Pancasila sebagai dasar negara, ideologi, dan sumber dari segala sumber hukum akan tetap tegak berdiri dan lestari.

Sekedar Flash Back
30 September 1965 malam, tak banyak yang tahu kalau Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Letkol Untung Syamsuri masih mengawal Presiden Soekarno yang berpidato dalam acara Musyawarah Teknisi di Istora Senayan hingga pukul 24.00 WIB. Setelah selesai menjalankan tugasnya, Untung rupanya tak kembali ke mess di Jl Cidurian, Jakarta Pusat.

Perwira menengah Resimen Tjakrabirawa itu menuju Lubang Buaya, Jakarta Timur. Basis konsentrasi pasukan G30S. Untung memeriksa pasukannya. Kekuatannya masih jauh dari harapan. Tak ada batalyon lapis baja yang datang dari Jawa Barat.

Para pemimpin militer G30S, Letkol Untung, Mayor Soejono, Brigjen Soepardjo dan Kolonel Latief, sedikit masygul. Namun Sjam Kamaruzaman dari Biro Chusus Partai Komunis Indonesia (PKI) cepat menggertak.

"Ya Bung. Kalau mau revolusi banyak yang mundur. Tetapi kalau sudah menang banyak yang ikut."

Akhirnya diputuskan operasi penculikan para jenderal tetap berjalan. Jam 'J' adalah pukul 04.00 WIB.

Menurut Petrik Matanasi penulis buku, "Tjakrabirawa" sasaran penculikan adalah Jenderal yang bertugas di Staf Umum Angkatan Darat (SUAD). Pada jabatan ini, para jenderal yang menjabat menentukan arah perkembangan Angkatan Darat. Oleh Untung mereka dianggap tidak loyal kepada Bung Karno.

Dalam penjelasan Petrik, Pada 1 Oktober sekitar pukul 02.00 dinihari 1 Oktober 1965, pasukan Pasopati dari Tjakrabirawa, Brigif I Jaya Sakti dan Batalyon 454/Diponegoro berkumpul di Lubang Buaya. Letnan Satu Dul Arief, memberikan arahan kepada anak buahnya.

Dalam arahan itu, Dul Arif menjelaskan adanya skenario Dewan Jenderal yang didukung CIA, untuk melawan Soekarno. Karenanya sangat penting sekali untuk menangkapi para Jenderal itu untuk menyelamatkan Presiden Soekarno. Semua anggota pasukan cukup percaya dengan wacana ini.

Dengan truk militer dan bus, pasukan penjemput berangkat ke daerah Menteng, Jakarta Pusat. Kawasan elite rumah para jenderal. Sebagian bergerak ke rumah Brigjen Pandjaitan di Kebayoran, Jakarta Selatan.
Dalam penculikan Jenderal Nasution, Ade Irma Suryani, anak Nasution tewas dengan tembakan peluru pasukan penculik yang menjemput paksa Nasution. Sedangkan Nasution berhasil melarikan diri dengan memanjat tembok rumahnya. Pierre Andreas Tendean ajudan Jenderal Nasution dibawa ke Lubang Buaya, karena penculik tidak tahu wajah Nasution.

Sedangkan dalam penculikan Ahmad Yani, beberapa prajurit Tjakrabirawa memasuki rumah. Saat di dalam rumah, pasukan itu bertemu anak Yani yang berumur 7 tahun, Eddy. Oleh pasukan penculik, Eddy disuruh memanggil ayahnya. Ahmad Yani lalu keluar kamar dan menghampiri pasukan penculik.

Salah satu dari penculik mengatakan bahwa Yani dipanggil Presiden di Istana. Yani lalu meminta diri untuk bersiap, namun salah seorang prajurit menolak permintaan itu dan Yani pun menampar prajurit itu. Ketika Yani bermaksud kembali ke kamarnya tujuh peluru menembus pintu dan menewaskan Ahmad Yani. Mayat Yani lalu dimasukan bus dan dibawa oleh pasukan penculik ke Lubang Buaya.

Target penculikan lainnya adalah Mayor Jenderal Suprapto. Suprapto dianggap sebagai kepercayaan Ahmad Yani. Pada malam 30 September itu Suprato tidak bisa tidur karena sakit gigi.
Pasukan penculik saat itu Kopral Dua Suparman, menemui sang Jenderal dan tidak lupa memberi hormat. Suparman berkata bahwa Suprapto dipanggil Presiden. Tanpa diberi kesempatan berganti pakaian, Suprapto diseret dan dibawa ke dalam truk. Nyonya Suprapto pun berkesimpulan bahwa suaminya diculik.

Hal serupa juga dialami Mayor Jenderal Suwondo Parman. Sekitar pukul 04.00 Pagi, muncul 20 orang prajurit berkeliaran di sekitar rumah S Parman. Sang jenderal dan istrinya tidak tidur malam itu. Ketika terjadi kegaduhan di luar rumah, sang Jenderal beserta istrinya tak menggubrisnya.
Tapi akhirnya sang Jenderal keluar menuju halaman. Bukan perampok yang mereka temui, melainkan pasukan Tjakrabirawa. Parman bertanya, apa yang dilakukan oleh pasukan Tjakra itu, prajurit Tjakra menjawab bahwa, Parman dipanggil ke Istana Negara oleh Presiden dini hari itu juga. Tanpa banyak tanya, Parman langsung memakai seragamnya dan selanjutnya ikut pasukan Tjakra yang mengundangnya ke Istana padahal ke Lubang Buaya.

Saat penculikan MT Haryono, prajurit penculik itu masuk ke rumahnya tanpa izin. Mengetahui hal itu Haryono meminta istri dan anak-anaknya pergi ke halaman belakang rumah dan mematikan lampu. Sementara itu, Haryono telah bersiap menunggu pasukan penculik yang akan masuk. Haryono berencana merebut senjata salah satu prajurit yang masuk. Usaha sang Jenderal gagal, karena prajurit yang masuk itu lebih tangkas hingga Haryono sendiri tertembak. Mayat Haryono lalu dimasukkan ke dalam truk militer yang membawanya ke Lubang Buaya.

Penculikan paling mulus terjadi pada Jenderal Soetoyo. Pasukan penculik, berhasil membujuk Soetoyo untuk membuka pintu dan dipanggil Presiden ke Istana. Saat pintu dibuka, Soetoyo langsung diringkus kedua matanya ditutup dan dibawa ke Lubang Buaya.

Target lainnya adalah Brigadir Jenderal Donald Izacus Panjaitan. Saat pasukan penculik ke rumah Panjaitan. Pasukan penculik membangunkan pembantu yang ketakutan. Karena takut dibunuh, si pembantu memberi tahu di mana Panjaitan berada.
Panjaitan dipaksa turun dari kamarnya di lantai dua dan langsung ditembak. Panjaitan akhirnya tewas dengan seragamnya. Dalam penculikan itu juga dua keponakan Panjaitan juga tertembak, Albert Naiborhu dan Victor Naiborhu yang berusaha melakukan perlawan.

Semua hasil operasi penculikan malam itu langsung dibawa ke daerah Lubang Buaya, tidak jauh dari Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Target penculikan yang masih hidup dalam penculikan lalu dibunuh di daerah Lubang Buaya sebelum dimasukan ke dalam sumur tua yang tidak terpakai. Suprapto, S Parman, dan Soetojo ditembak mati di Lubang Buaya.

Film Pengkhianatan G 30 S/PKI karya Sutradara Arifin C Noer mencoba menggambarkan penculikan dan pembantaian itu. Digambarkan suasana dini hari itu sangat mencekam. Para penyiksa membunuh para jenderal dengan kejam sambil menyanyikan lagu gendjer-gendjer. Para wanita PKI dengan tega menyilet wajah para jenderal itu.

Selama Orde Baru, film ini diputar setiap tanggal 30 September. Maka bulu roma setiap rakyat Indonesia pun merinding melihat tayangan horor tersebut. Masyarakat dibuat yakin, betapa kejam PKI menyiksa para putera terbaik bangsa.

Inilah salah satu episode paling kelam dari sejarah Indonesia. Di kemudian hari, pembantaian pada para jenderal ini menimbulkan pembantaian pada lebih dari sejuta anggota atau simpatisan PKI. Nasib Untung, Soepardjo, Aidit dan tokoh PKI lainnya tak lebih baik dari nasib para jenderal angkatan darat tersebut.