Siapakah sesungguhnya Bangsa Indonesia? Ada banyak
cara/versi untuk menerangkan jawaban atas pertanyaan tadi. Dari semua versi,
keseluruhannnya berpendapat sama jika lelulur masyarakat Indonesia yang
sekarang ini mendiami Nusantara adalah bangsa pendatang. Penelitian arkeologi
dan ilmu genetika memberikan bukti kuat jika leluhur Bangsa Indonesia bermigrasi
dari wilayah Asia ke wilayah Asia bagian Selatan. Masyarakat Indonesia mungkin
banyak yang tidak menyadari apabila perbedaan warna kulit, suku, ataupun bahasa
tidak menutupi fakta suatu bangsa yang memiliki rumpun sama, yaitu rumpun
Austronesia. Jika melihat catatan penelitian dan kajian ilmiah tentang
asal-usul suatu bangsa, apakah masyarakat Indonesia menyadari jika mereka
berasal (keturunan) dari leluhur yang sama (satu rumpun)?
Topik dalam tulisan ini sebelumnya sudah sering dibahas di
media cetak maupun elektronik, termasuk juga dituliskan oleh beberapa blogger.
Sayang sekali di setiap penulisan tidak memberikan penegasan apapun kecuali
hanya sekedar informasi umum. Pada prinsipnya, dengan menelusuri asal-usul
suatu bangsa, setidaknya akan diketahui gambaran atas pemikiran, paham, ataupun
anggapan tentang sikap suatu bangsa.
Menelusuri asal-usul suatu bangsa tidak sekedar membutuhkan
bidang ilmu antropologi, akan tetapi sudah masuk ke dalam ranah ilmu genetika.
Pada awalnya, penelurusuran hanya didasarkan pada bukti-bukti arkeologi dan
pola penuturan bahasa. Temuan terbaru cukup mengejutkan karena merubah
keseluruhan fakta di masa lalu jika selama ini leluhur Bangsa Indonesia bukan
berasal dari Yunan.
Teori Awal Tentang Yunan
Teori awal tengan asal-usul Bangsa Indonesia dikemukakan
oleh sejarawan kuno sekaligus arkeolog dari Austria, yaitu Robern Barron von
Heine Geldern atau lebih dikenal von Heine Geldern (1885-1968). Berdasarkan
kajian mendalam atas kebudayaan megalitik di Asia Tenggara dan beberapa wilayah
di bagian Pasifik disimpulkan bahwa pada masa lampau telah terjadi perpindahan
(migrasi) secara bergelombang dari Asia sebelah Utara menuju Asia bagian
Selatan. Mereka ini kemudian mendiami wilayah berupa pulau-pulau yang
terbentang dari Madagaskar (Afrika) sampai dengan Pulau Paskah (Chili), Taiwan,
dan Selandia Baru yang selanjutnya wilayah tersebut dinamakan wilayah
berkebudayaan Austronesia. Teori mengenai kebudayaan Austronesia dan neolitikum
inilah yang sangat populer di kalangan antropolog untuk menjelaskan misteri
migrasi bangsa-bangsa di masa neolitikum (2000 SM hingga 200 SM).
Teori von Heine Geldern tentang kebudayaan Austronesia
mengilhami pemikiran tentang rumpun kebudayaan Yunan (Cina) yang masuk ke Asia
bagian Selatan hingga Australia. Salah satunya pula yang melandasi pemikiran
apabila leluhur Bangsa Indonesia berasal dari Yunan. Teori ini masih sangat
lemah (kurang akurat) karena hanya didasarkan pada bukti-bukti kesamaan secara
fisik seperti temuan benda-benda arkeologi ataupun kebudayaan megalitikum.
Teori ini juga sangat mudah diperdebatkan setelah ditemukannya catatan-catatan
sejarah di Borneo (Kalimantan), Sulawesi bagian Utara, dan Sumatera yang saling
bertentangan dengan teori Out of Yunan. Sayangnya, masih banyak pendidikan
dasar di Indonesia yang masih mempertahankan prinsip ‘Out of Yunan’.
Teori Linguistik
Teori mengenai asal-usul Bangsa Indonesia kemudian berpijak
pada studi ilmu linguistik. Dari keseluruhan bahasa yang dipergunakan suku-suku
di Nusantara memiliki rumpun yang sama, yaitu rumun Austronesia. Akar dari
keseluruhan cabang bahasa yang digunakan leluhur yang menetap di wilayah
Nusantara berasal dari rumpun Austronesia di Formosa atau dikenal dengan rumpun
Taiwan. Teori linguistik membuka pemikiran baru tentang sejarah asal-usul
Bangsa Indonsia yang disebut pendekatan ‘Out of Taiwan’. Teori ini dikemukakan
oleh Harry Truman Simandjuntak yang selanjutnya mendasar teori moderen mengenai
asal usul Bangsa Indonesia.
Pada prinsipnya, menurut pendekatan ilmu linguistik,
asal-usul suatu bangsa dapat ditelusuri melalui pola penyebaran bahasanya.
Pendekatan ilmu linguistik mendukung fakta penyebaran bangsa-bangsa rumpun
Austronesia. Istilah Austronesia sendiri sesungguhnya mengacu pada pengertian
bahasa penutur. Bukti arkeologi menjelaskan apabila keberadaan bangsa
Austronesia di Kepulauan Formosa (Taiwan) sudah ada sejak 6000 tahun yang lalu.
Dari kepulauan Formosa ini kemudian bangsa Austronesia menyebar ke Filipina,
Indonesia, Madagaskar (Afrika), hingga ke wilayah Pasifik. Sekalipun demikian,
pendekatan ilmu linguistik masih belum mampu menjawab misteri perpindahan dari
Cina menuju Kepulauan Formosa.
Pendekatan Teori Genetika
Teori dengan pendekatan ‘Out of Taiwan’ nampaknya semakin
kuat setelah disertai bukti-bukti berupa kecocokan genetika. Riset genetika
yang dilakukan pada ribuan kromosom tidak menemukan kecocokan pola genetika
dengan wilayah di Cina. Temuan ini tentunya cukup mengejutkan karena dianggap
memutuskan dugaan gelombang migrasi yang berasal dari Cina, termasuk di
antaranya pendekatan ‘Out of Yunan’. Sebaliknya, kecocokan pola genetika justru
semakin memperkuat pendekatan ‘Out of Taiwan’ yang sebelumnya juga dijadikan
dasar pemikiran arkeologi dengan pendekatan ilmu linguistik.
Dengan menggunakan pendekatan ilmu linguistik dan riset
genetika, maka asal-usul Bangsa Indonesia bisa dipastikan bukan berasal dari
Yunan, akan tetapi berasal dari bangsa Austronesia yang mendiami Kepulauan
Formosa (Taiwan). Direktur Institut Biologi Molekuler, Prof. Dr Sangkot Marzuki
menyarankan untuk dilakukan perombakan pandangan yang tentang asal-usul Bangsa
Indonesia. Dari pendekatan genetika menghasilkan beragam pandangan tentang pola
penyebaran bangsa Austronesia. Hingga saat ini masih dilakukan berbagai kajian
mendalam untuk memperkuat pendugaan melalui pendekatan linguistik tentang
pendekatan ‘Out of Taiwan’.
Jalur Migrasi
Jalur migrasi berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’
bertentangan dengan pendekatan ‘Out of Yunan’. Pendekatan ‘Out of Yunan’
menerangkan migrasi Austronesia bermula dari Utara menuju semenanjung Melayu
yang selanjutnya menyebar ke wilayah Timur Indonesia. Pendekatan ‘Out of Yunan’
dapat dilemahkan setelah ditelusuri berdasarkan pendekatan linguistik dan
diperkuat pula oleh pembuktian genetika.
Berdasarkan pendekatan ‘Out of Taiwan’, migrasi leluhur dari
Taiwan (Formosa) tiba terlebih dulu di Filipina bagian Utara sekitar 4500
hingga 3000 SM. Diduga migrasi dilakukan untuk memisahkan diri mencari wilayah
baru di Selatan. Akibat dari migrasi ini kemudian membentuk budaya baru,
termasuk diantaranya pembentukan cabang bahasa yang disebut Proto-Malayo-Polinesia
(PMP). Teori migrasi awal bangsa Austronesia dari Formosa disampaikan oleh Daud
A. Tanudirjo berdasarkan pandangan pakar linguistik Robert Blust yang
menerangkan pola penyebaran bangsa-bangsa Austronesia.
Pada tahap selanjutnya sekitar 3500 hingga 2000 SM terjadi
migrasi dari Masyarakat yang semula mendiami Filipina dengan tujuan Kalimantan,
Sulawesi, dan Maluku Utara. Migrasi yang berakhir di Maluku Utara ini kemudian
meneruskan migrasinya sekitar tahun 3000 hingga 2000 SM menuju ke Selatan dan
Timur. Migrasi di bagian Selatan menuju gugus Nusa Tenggara, sedangkan di
bagian Timur menuju pantai Papua bagian Barat. Dari Papua Barat ini kemudian
mereka bermigrasi lagi dengan tujuan wilayah Oseania hingga mencapai Kepulauan
Bismarck (Melanesia) sekitar 1500 SM.
Pada periode 3000 hingga 2000 SM, migrasi juga dilakukan ke
bagian Barat yang dilakukan oleh mereka yang sebelumnya menghuni Kalimantan dan
Sulawesi menuju Jawa dan Sumatera. Selanjutnya, hijrah pun diteruskan menuju
semenanjung Melayu hingga ke seluruh wilayah di Asia Tenggara. Proses migrasi
berulang-ulang dan menghabiskan masa ribuan tahun tidak hanya membentuk
keanekaragaman budaya baru, akan tetapi juga pola penuturan (bahasa) baru.