Salah satu peninggalan penjajah Belanda yang masih bisa dirasakan hingga
saat ini adalah Jalan Pantai Utara (Pantura). Jalan Pantura yang kini
kita kenal sebagian besar merupakan peninggalan Belanda yang dikenal
dengan sebutan De Grote Postweg atau Jalan Raya Pos dari Anyer ke
Panarukan.
Jalan ini dibangun pada era Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-36. Daendels memerintah antara tahun 1808–1811. Pada masa itu Belanda sedang dikuasai oleh Perancis. Sebagian dari jalan ini sekarang menjadi Jalur Pantura yang membentang sepanjang pantai utara Pulau Jawa.
Pembangunan jalan ini adalah proyek monumental Daendels, namun harus dibayar mahal dengan banyak pelanggaran hak-hak asasi manusia karena dikerjakan secara paksa tanpa imbalan atau kerja rodi. Ribuan penduduk Indonesia meninggal dalam kerja paksa ini.
Jalan Raya Pos awalnya dibangun untuk pertahanan militer Belanda pada massa itu. Jalan Anyer-Panarukan ini juga digunakan Belanda untuk menunjang sistem tanam paksa (cultuur stelsel) yang saat itu sedang diterapkan kolonial Belanda. Dengan adanya jalan ini hasil bumi dari Priangan lebih mudah dikirim ke pelabuhan di Cirebon untuk selanjutnya dibawa ke negeri kincir angin.
Jalan ini juga memperpendek waktu tempuh perjalanan darat dari Surabaya ke Batavia yang sebelumnya ditempuh 40 hari bisa dipersingkat menjadi tujuh hari. Sungguh sebuah prestasi luar biasa saat itu. Jalan ini juga sangat bermanfaat bagi pengiriman surat yang oleh Daendels kemudian dikelola dalam dinas pos.
Pada awalnya, setiap 4,5 kilometer jalan ini didirikan pos penjagaan sebagai tempat perhentian dan penghubung pengiriman surat-surat. Tujuan pembangunan Jalan Raya Pos adalah memperlancar komunikasi antar daerah yang dikuasai Daendels di sepanjang Pulau Jawa dan sebagai benteng pertahanan di Pantai Utara Pulau Jawa. Karena itulah jalan ini pada awalnya disebut De Grote Postweg atau Jalan Raya Pos dari Anyer ke Panarukan.
Untuk membangun proyek ini, Daendels mewajibkan setiap penguasa pribumi untuk memobilisasi rakyat, dengan target pembuatan jalan sekian kilometer. Sadisnya, priyayi atau penguasa pribumi yang gagal mengerjakan proyek tersebut, termasuk para pekerjanya, dibunuh.
Tak hanya itu, kepala mereka lalu digantung di pohon-pohon kiri-kanan ruas jalan. Gubernur Jenderal Daendels memang menakutkan, dia kejam, sadis dan tak kenal ampun. Karena banyaknya korban pada pembuatan jalan Batavia-Banten masih simpang siur, menurut beberapa sejarahwan, korban meninggal sekitar 15.000 orang dan banyak yang meninggal tanpa dikuburkan secara layak.
Walaupun demikian Daendels semakin keras menghadapi rakyat, dia tidak segan-segan memerintahkan tentaranya menembak mati rakyat yang lalai atau tidak mau bekerja dalam pembuatan jalan apapun alasannya.
Dengan tangan besinya jalan itu diselesaikan hanya dalam waktu setahun saja (1808). Suatu prestasi yang luar biasa pada zamannya. Karena itulah nama Daendels dan Jalan Raya Pos dikenal dan mendunia hingga kini.
Jalan itu kini telah berusia lebih dari 200 tahun, meski demikian sebagian besar jalan Daendels masih bisa digunakan. Bahkan jalan ini menjadi akses darat satu-satunya untuk menuju Anyer. Sejarah pun mencatat betapa kelamnya sejarah jalan ini.
Jalan ini dibangun pada era Herman Willem Daendels, Gubernur Jenderal Hindia Belanda yang ke-36. Daendels memerintah antara tahun 1808–1811. Pada masa itu Belanda sedang dikuasai oleh Perancis. Sebagian dari jalan ini sekarang menjadi Jalur Pantura yang membentang sepanjang pantai utara Pulau Jawa.
Pembangunan jalan ini adalah proyek monumental Daendels, namun harus dibayar mahal dengan banyak pelanggaran hak-hak asasi manusia karena dikerjakan secara paksa tanpa imbalan atau kerja rodi. Ribuan penduduk Indonesia meninggal dalam kerja paksa ini.
Jalan Raya Pos awalnya dibangun untuk pertahanan militer Belanda pada massa itu. Jalan Anyer-Panarukan ini juga digunakan Belanda untuk menunjang sistem tanam paksa (cultuur stelsel) yang saat itu sedang diterapkan kolonial Belanda. Dengan adanya jalan ini hasil bumi dari Priangan lebih mudah dikirim ke pelabuhan di Cirebon untuk selanjutnya dibawa ke negeri kincir angin.
Jalan ini juga memperpendek waktu tempuh perjalanan darat dari Surabaya ke Batavia yang sebelumnya ditempuh 40 hari bisa dipersingkat menjadi tujuh hari. Sungguh sebuah prestasi luar biasa saat itu. Jalan ini juga sangat bermanfaat bagi pengiriman surat yang oleh Daendels kemudian dikelola dalam dinas pos.
Pada awalnya, setiap 4,5 kilometer jalan ini didirikan pos penjagaan sebagai tempat perhentian dan penghubung pengiriman surat-surat. Tujuan pembangunan Jalan Raya Pos adalah memperlancar komunikasi antar daerah yang dikuasai Daendels di sepanjang Pulau Jawa dan sebagai benteng pertahanan di Pantai Utara Pulau Jawa. Karena itulah jalan ini pada awalnya disebut De Grote Postweg atau Jalan Raya Pos dari Anyer ke Panarukan.
Untuk membangun proyek ini, Daendels mewajibkan setiap penguasa pribumi untuk memobilisasi rakyat, dengan target pembuatan jalan sekian kilometer. Sadisnya, priyayi atau penguasa pribumi yang gagal mengerjakan proyek tersebut, termasuk para pekerjanya, dibunuh.
Tak hanya itu, kepala mereka lalu digantung di pohon-pohon kiri-kanan ruas jalan. Gubernur Jenderal Daendels memang menakutkan, dia kejam, sadis dan tak kenal ampun. Karena banyaknya korban pada pembuatan jalan Batavia-Banten masih simpang siur, menurut beberapa sejarahwan, korban meninggal sekitar 15.000 orang dan banyak yang meninggal tanpa dikuburkan secara layak.
Walaupun demikian Daendels semakin keras menghadapi rakyat, dia tidak segan-segan memerintahkan tentaranya menembak mati rakyat yang lalai atau tidak mau bekerja dalam pembuatan jalan apapun alasannya.
Dengan tangan besinya jalan itu diselesaikan hanya dalam waktu setahun saja (1808). Suatu prestasi yang luar biasa pada zamannya. Karena itulah nama Daendels dan Jalan Raya Pos dikenal dan mendunia hingga kini.
Jalan itu kini telah berusia lebih dari 200 tahun, meski demikian sebagian besar jalan Daendels masih bisa digunakan. Bahkan jalan ini menjadi akses darat satu-satunya untuk menuju Anyer. Sejarah pun mencatat betapa kelamnya sejarah jalan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar