Menurut sejarahnya Benteng ini
dibangun oleh pemerintahan Hindia Belanda pada tahun 1839 – 1845 dengan nama
Font Van Den Bosch, dulunya benteng tersebut
di bangun pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Font Van
Den Bosch. Lokasi benteng ini terletak di Kelurahan Pelem,
Kecamatan Ngawi, Kabuapten Ngawi, Jawa Timur.
Menempati lahan seluas ± 1 hektar, bangunan benteng ini bertingkat
yang terdiri dari pintu gerbang utama, ratusan kamar untuk para tentara,
ruangan untuk seorang kolonel dan ruang komando yang depanya berupa halaman
rumput, dan beberapa ruangan yang dulunya diyakini sebagai kandang
kuda. Letak benteng Van Den Bosch sangat strategis karena berada di sudut
pertemuan Sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun, lokasi benteng sengaja dibuat
rendah dari tanah sekitar yang dikelilingi oleh tanah tinggi (tanggul)
sehingga terlihat dari luar tampak terpendam.
Oleh karena itu, benteng ini oleh masyarakat sekitar dikenal juga dengan
sebutan benteng pendem, dan juga dikelilingi parit yang lebarnya 15
meter dan dalamnya 2 meter.
Dipilihnya lokasi itu
sebagai pembangunan benteng mengingat Sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun
kala itu merupakan jalur lalu lintas sungai yang dapat dilayari oleh
perahu-perahu yang cukup besar sampai jauh ke bagian hulu.
Perahu-perahu tersebut memuat berbagai macam hasil bumi yang berupa
rempah-rempah dan palawija dari Surakarta-Ngawi menuju Bandar Gresik, demikian
juga Madiun-Ngawi dengan tujuan yang sama. Pada abad 19, Kota Ngawi menjadi
salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur dan dijadikan
pusat pertahanan para pejuang di Kabupaten Madiun, Ngawi, dan sekitarnya.
Perlawanan melawan Belanda yang berkorbar di daerah, dipimpin oleh kepala
daerah setempat. Di Kabupaten Madiun, dipimpin oleh Bupati Kerto Dirjo, dan di daerah
Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta
salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama Wirontani pada tahun 1825, Kota
Ngawi berhasil direbut dan diduduki. Untuk mempertahankan kedudukan dari fungsi
strategis Kota Ngawi serta menguasai jalur-jalur perdagangan, Pemerintah
Kolonial Hindia Belanda membangun benteng Van Den Bosch, yang dihuni
oleh tentara Belanda sebanyak 250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api, dan
60 orang kavaleri yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Defensieljn Van Den
Bosch. Pada bagian selatan benteng keadaannya hancur karena serangan bom
jepang. Tujuan di bangunnya benteng tersebut yaitu untuk menghambat atau
menangkal pasukan penyerang diponegoro terhadap belanda. Di dalam benteng tersebut
terdapat salah satu bukti yaitu terdapat makam salah satu anak buah diponegoro
di dalam kantor utama dalam Benteng Van Den Bosch, yang bernama KH.
Muhammad Nursalim. KH. Muhammad Nursalim adalah tokoh pejuang yang
ditangkap Belanda dan di bawa ke Benteng tersebut, karena kesaktiannya beliau
tidak mempan ditembak, akhirnya tentara Belanda mengubur hidup-hidup KH.
Muhammad Nursalim didalam benteng tersebut pada tanggal 17 Agustus 1592. Beliau juga di yakini sebagai
penyebar agama islam pertama kali di wilayah Ngawi.
Lokasi
benteng ini mudah dicapai, karena terletak di Kota Ngawi. Dekat dengan Pasar
Ngawi dan Alun-Alun Ngawi, atau ± 2 Km dari Kantor Pemerintahan Kabupaten
Ngawi. Letak benteng tidak persis di tepi jalan, melainkan sedikit masuk dan tidak
ada penanda lokasi keberadaan benteng tersebut.
Sebenarnya
letak benteng ini berada di pertemuan Jalan Untung Suropati dan Jalan
Diponegoro, atau di seberang Taman Makam Pahlawan Dr. Radjiman Wedyodingrat
Ngawi, namun karena di situ ada pintu gerbang Kompleks Batalyon Artileri Medan
12/ KONSTRAD “Angicipi Yudha” maka pengunjung dari luar Kota Ngawi akan
bertanya di mana keberadaan benteng tersebut. Karena memang setelah tahun 1962,
benteng ini pernah dijadikan sebagai markas Yon Armed yang berkedudukan di
Rampal, Malang. Dulunya, benteng ini merupakan kawasan yang terlarang karena
sempat dijadikan sebagai gudang amunisi. Akan tetapi setelah Yon Armed
dipindahkan ke Jalan Siliwangi (Jalan Jrubong) lantaran kawasan benteng
tersebut dipandang sudah tidak representatif lagi sebagai Kompleks Militer,
kini kawasan benteng tersebut dibuka untuk umum. Harga tiket masuk sangatlah
terjangkau hanya Rp. 2000 saja/orang dan untuk parkir hanya Rp.1000 saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar