Cerita Rakyat Jawa Timur
Surabaya mempunyai legenda
tersendiri yang disimbolkan ikan dan buaya adakah hikayatnya….?
Dahulu, di lautan luas
sering terjadi perkelahian antara ikan hiu Sura dengan Buaya. Mereka berkelahi
hanya karena berebut mangsa. Keduanya sama-sama kuat, sama-sama tangkas,
sama-sama cerdik, sama-sama ganas, dan sama-sama rakus. Sudah berkali-kali
mereka berkelahi belum pernah ada yang menang atau pun yang kalah. Akhimya
mereka mengadakan kesepakatan.
“Aku bosan
terus-menerus berkelahi, Buaya,” kata ikan Sura.
“Aku juga, Sura. Apa
yang harus kita lakukan agar kita tidak lagi berkelahi?” tanya Buaya.
Ikan Hiu Sura yang
sudah memiliki rertcana untuk menghentikan perkelahiannya dengan Buaya segera
menerangkan.
“Untuk mencegah perkelahian
di antara kita, sebaiknya kita membagi daerah kekuasaan menjadi dua. Aku
berkuasa sepenuhnyadi dalam air dan harus mencari mangsa di dalam air,
sedangkan kamu berkuasa di daratan dan mangsamu harus yang berada di daratan.
Sebagai batas antara daratan dan air, kita tentukan batasnya, yaitu tempat yang
dicapai oleh air laut pada waktu pasang surut!”
“Baik aku setujui
gagasanmu itu!” kata Buaya.
Dengan adanya pembagian
wilayah kekuasaan, maka tidak ada perkelahian lagi antara Sura dan Buaya.
Keduanya telah sepakat untuk menghormati wilayah masing-masing.
Tetapi pada suatu hari,
Ikan Hiu Sura mencari mangsa di sungai. Hal ini dilakukan dengan
sembunyi-sembunyi agar Buaya tidak mengetahui. Mula-mula hal ini memarig tidak
ketahuan. Tetapi pada suatu hari Buaya memergoki perbuatan Ikan Hiu Sura ini.
Tentu saja Buaya sangat marah melihat Ikan Hiu Sura melanggar janjinya.
“Hai Sura, mengapa kamu
melanggar peraturan yang telah kita sepakati berdua? Mengapa kamu berani
memasuki sungai yang merupakan wilayah kekuasaanku?” tanya Buaya.
Ikan Hiu Sura yang tak
merasa bersalah tenang-tenang saja. “Aku melanggar kesepakatan? Bukankah sungai
ini berair.
Bukankah aku sudah
bilang bahwa aku adalah penguasa di air? Nah, sungai ini ‘kan ada airnya, jadi
juga termasuk daerah kekuasaanku,” kata Ikan Hiu Sura.
“Apa? Sungai itu ‘kari
tempatnya di darat, sedangkan daerah kekuasaanmu ada di laut, berarti sungai
itu adalah daerah kekuasaanku!” Buaya ngotot.
“Tidak bisa. Aku “kan
tidak pernah bilang kalau di air hanya air laut, tetapi juga air sungai,” jawab
Ikan Hiu Sura.
“Kau sengaja mencari
gara-gara, Sura?”
“Tidak! Kukira alasanku
cukup kuat dan aku memang di pihak yang benar!” kata Sura.
“Kau sengaja
mengakaliku. Aku tidak sebodoh yang kau kira!” kata Buaya mulai marah.
“Aku tak peduli kau
bodoh atau pintar, yang penting air sungai dan air laut adalah kekuasaanku!”
Sura tetap tak mau kalah.
“Kalau begitu kamu
memang bermaksud membohongiku ? Dengan demikian perjanjian kita batal! Siapa
yang memiliki kekuatan yang paling hebat, dialah yang akan menjadi penguasa
tunggal!” kata Buaya.
“Berkelahi lagi, siapa
takuuut!” tantang Sura dengan pongahnya.
Pertarungan sengit
antara Ikan Hiu Sura dan Buaya terjadi lagi. Pertarungan kali ini semakin seru
dan dahsyat. Saling menerjang dan menerkam, saling menggigit dan memukul. Dalam
waktu sekejap, air di sekitarnya menjadi merah oleh darah yang keluar dari
luka-luka kedua binatang itu. Mereka terus bertarung mati-matian tanpa
istirahat sama sekali.
Dalam pertarungan
dahsyat ini, Buaya mendapat gigitan Ikan Hiu Sura di pangkal ekornya sebelah
kanan. Selanjutnya, ekornya itu terpaksa selalu membelok ke kiri. Sementara
ikan Sura juga tergigiut ekornya hingga hampir putus lalu ikan Sura kembali ke
lautan. Buaya puas telah dapat mempertahankan daerahnya.
Pertarungan antara Ikan
Hiu yang bernama Sura dengan Buaya ini sangat berkesan di hati masyarakat
Surabaya. Oleh karena itu, nama Surabaya selalu dikait-kaitkan dengan peristiwa
ini. Dari peristiwa inilah kemudian dibuat lambang Kota Madya Surabaya yaitu
gambar ikan sura dan buaya.
Namun adajugayang
berpendapat Surabaya berasal dari Kata Sura dan Baya. Sura berarti Jaya atau
selamat Baya berarti bahaya, jadi Surabaya berarti selamat menghadapi bahaya.
Bahaya yang dimaksud adalah serangah tentara Tar-tar yang hendak menghukum Raja
Jawa.Seharusnya yang dihukum adalah Kertanegara, karena Kertanegara sudah tewas
terbunuh, maka Jayakatwang yang diserbu oleh tentara Tar-tar. Setelah
mengalahkan Jayakatwang orang-orang Tar-Tar merampas harta benda dan puluhan gadis-gadis
cantik untuk dibawa ke Tiongkok. Raden Wijaya tidak terima diperlakukan
sepereti ini. Dengan siasat yang jitu, Raden Wijaya menyerang tentara Tar-Tar
di pelabuhan Ujung Galuh hingga mereka menyingkir kembali ke Tiongkok.
Selanjutnya, dari hari
peristiwa kemenangan Raden Wijaya inilah ditetapkan sebagai hari jadi Kota
Surabaya.
Surabaya sepertinya
sudah ditakdirkan untuk terus bergolak. Tanggal 10 Nopmber 1945 adalah bukti
jati diri warga Surabaya yaitu berani menghadapi bahaya serangan Inggris dan
Belanda.
Di jaman sekarang,
pertarungan memperebutkan wilayah air dan darat terus berlanjut. Di kala musim
penghujan tiba kadangkala banjir menguasai kota Surabaya. Di musim kemarau
kadangkala tenpat-tempat genangan air menjadi daratan kering. Itulah Surabaya.
(Legenda Rakyat Surabaya, diceritakan kembali oleh “fadjrul Khan”)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar