Sunah-sunah salat jenazah adalah sebagai berikut.
- Membaca doa pujian setelah takbir pertama menurut ulama Hanafi.
- Membaca isti'adzah sebelum membaca Al-Fatihah menurut ulama Syafi'i.
- Mengangkat tangan pada takbir pertama, dan setiap kali takbir menurut ulama
Syafi'i.
- Membaca shalawat atas Nabi saw menurut ulama Hanafi dan Maliki, sedang
menurut ulama yang lain hukumnya adalah fardhu (rukun).
- Berdo'a untuk mayit menurut ulama hanafi, dan menurut ulama yang lain hukumnya fardhu. Namun yang sunnah adalah dengan do'a yang ma'tsur (bersumber dari Nabi saw).
Di antara doa-doa tersebut di atas adalah seperti yang termaktub dalam hadis-hadis berikut ini:
- Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasululah saw mendoakan jenazah dengan
mengucapkan, "Allahumma anta rabbuhaa wa anta khalaqtahaa wa anta razaqtahaa
wa anta hadaitahaa lil Islaam wa anta qabadhta ruuhahaa wa anta a'lamu
bisirrihaa wa'alaaniyyatihaa, ji'naa syufaa'a lahu, faghfirlahu dzanbahu."
(Ya Allah, Engkaulah Tuhan jenazah ini, Engkau telah menciptakannya,
memberinya rizki, menunjukkannya kepada Islam dan telah mencabut nyawanya. Dan
Engkau pulalah yang mengetahui keadaannya yang tersembunyi dan yang nyata. Kami
datang untuk memohonkan syafa'at [pertolongan] baginya. Maka ampunilah
dosa-dosanya). (HR Ahmad dan Abu Daud).
- Dari Wa'ilah bin Asqa' berkata, Nabi saw menyalatkan jenazah salah seorang
kaum muslimin bersama kami, maka saya mendengar beliau mengucapkan,
"Allahumma inna fulaanabna fulaan fi dzimmatika wahabli jawaarika faqihi min
fitnatil qobri wa'adzaabin naari wa anta ahlul wafaa'i wal haqqi, Allahumma
faghfirlahu warhamhu fainnaka antal ghafuurur rahiimu." (Ya Allah,
sesungguhnya Fulan bin Fulan berada dalam jaminan dan tali pelindungan-Mu. Maka
lindungilah ia dari fitnah (bencana) kubur dan siksa neraka. Engkaulah yang Maha
memenuhi janji dan memiliki kebenaran. Ya Allah, ampuni dan kasihanilah ia,
karena Engkau Maha Pengampun lagi Maha Pengasih). (HR Ahmad dan Abu Daud).
- Dari Auf bin Malik berkata, saya mendengar Rasulullah saw ketika menyalatkan
jenazah mengucapkan, "Allahummaghfirlahu warhamhu wa'fu'anhu wa'aafihi wa
akrim nuzulahu wawassi' madkhalahu waghsilhu bi maain watsaljin wabarodin
wanaqqihi minalkhathaaya kamaa yunaqqotstsaubul abyadhu minad danasi waabdilhu
daaran khairan min daarihi wa ahlan khairan min ahlihi wazaujan khairan min
zaujihi waqihi fitnatal qabri wa'adzaaban naari." (Ya Allah, ampuni dan
kasinahilah ia, maafkan dan sejahterahkanlah ia, hormatilah kedatangannya,
lapangkanlah tempat kediamannya, dan bersihkanlah ia dengan air, es dan embun,
serta bersihkanlah ia dari dosa-dosanya sebagaimana kain putih dibersihkan dari
kotoran. Juga gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih baik daripada rumahnya
dahulu, gantilah keluarganya dengan yang lebih baik daripada keluarganya dulu,
dan ganti pula istrinya dengan yang lebih baik daripada istrinya yang dulu. Dan
peliharalah ia dari petaka kubur dan siksa neraka). (HR Muslim)
- Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah menyalatkan jenazah, lalu
mengucapkan, "Allohummaghfir lihayyinaa wamayyitinaa washaghirinaa
wakabirinaa wadzakarinaa wauntsaanaa wasyaahidinaa waghaibinaa. Allahumma man
ahyaitahu minnaa faahyihi alal islaam waman tawaffaitahu minnaa fatawaffahu
'alal iimaan. Allahumma laa tahrimnaa ajrahu walaa tudhillanaa ba'dahu."
(Ya Allah, ampunilah kami yang hidup dan yang mati, yang kecil dan yang
besar, laki-laki dan perempuan, yang hadir dan yang tidak hadir. Ya Allah,
barangsiapa yang Engkau hidupkan di antara kami hendaklah Engaku hidupkan secara
Islam, dan barangsiapa yang Engkau matikan di antara kami, maka matikanlah dalam
iman. Ya Allah, janganlah Engkau halangi kami mendapatkan pahalanya dan jangan
pula sesatkan kami sepeninggalnya). (HR Ahmad dan Ashhabus Sunan).
- Dari Abu Hurairah ra bahwa ia ditanya, "Bagaimana cara kamu menyalatkan
jenazah? dia menjawab: saya mengantarkannya dari rumah keluarganya, dan bila
sudah diletakkan (untuk disalatkan), maka saya mengucapkan takbir, memuji kepada
Allah, dan membaca shalawat kepada Nabi saw, kemudian membaca:
"Allahumma innahu 'abduka wabnu 'abdika wabnu amatika kaana yusyhidu anlaa ilaaha illa anta wa anna muhammadan 'abduka wa rasuuluka wa anta a'lamu bihi. Allahumma inkaana muhsinaan fazid fi ihsaanihi wa inkaana musii'an fatajawaz 'an sayyiaatihi. Allahumma laa tahrimnaa ajrahu walaa taftinnaa ba'dahu." (Ya Allah, sesungguhnya ia adalah hamba-Mu dan putra hamba-Mu yang laki-laki dan perempuan. Ia mengakui bahwa tiada tuhan selain Engkau dan Muhammad adalah hamba dan pesuruh-Mu, dan Engkau lebih mengetahuinya. Ya Allah, jika dia telah berbuat kebajikan, maka tambahlah kebajikannya, sebaliknya, jika ia berbuat buruk, maka maafkanlah kesalahan-kesalahannya. Ya Allah, janganlah Engkau halangi kami mendapat pahalanya dan jangan pula Engkau timpakan fitnah kepada kami sepeninggalnya). (HR Malik).
Orang yang salat jenazah boleh mengucapkan doa sesukanya dari doa-doa tersebut, dan jika digabung semuanya, maka hal itu lebih baik. Jika jenazahnya itu perempuan, maka kata ganti laki-laki (dhamir mudzakkar hu/hi) hendaklah diganti dengan kata ganti perempuan/dhamir muannats, yakni haa, tetapi tidak boleh mengatakan zaujan khairon min zaujihaa (... dan gantilah suaminya dengan suami yang lebih baik daripada suaminya dahulu).Apabila mayatnya itu anak kecil, maka ucapkanlah:
"Allahummaj'alhu farathan liabawaihi wasalafan wadzukhran wa'idzatan wa'tibaaran wasyafii'an watsaqqil bihi mawaazinahuma waafrighis shabra 'ala quluubihiima walaa taftinhumaa ba'dahu walaa tahrimhumaa ajrohu wa'alhiqhu bishaalihi salafil mu'minin." (Ya Allah, jadikanlah ia bagi kedua orang tuanya sebagai titipan, pendahululan, simpanan, nasihat, pelajaran dan pemberi syafaat, beratkanlah dengannya timbangan amal mereka, curahkanlah kesabaran di hati mereka, janganlah Engkau timbulkan fitnah pada mereka sepeninggalnya, dan janganlah halangi mereka mendapat pahalanya, serta pertemukanlah ia dengan kaum beriman terdahulu yang saleh).
Dari Anas ra, ia menyalatkan jenazah orang lelaki, maka ia
berdiri dekat kepalanya. Setelah jenazah itu diangkat, dibawalah ke hadapannya
jenazah seorang perempuan, lalu ia menyalatkannya pula tetapi ia berdiri di
(dekat bagian) tengahnya. Kemudian, ditanyakan kepadanya, 'Apakah memang
demikian posisi berdiri Rasulullah saw terhadap jenazah orang laki-laki dan
perempuan itu, seperti yang anda lakukan?' Anas menjawab: 'Benar demikian'." (HR
Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi seraya menyatakannya sebagai hadis hasan).
Dari Malik bin Hubairah, Rasulullah saw bersabda, "Tiada
seorang mukmin yang meninggal dunia lalu disalatkan oleh sejumlah kaum muslimin
yang mencapai tiga shaf, melainkan diampunilah dosanya." Karena itu, jika
yang hendak menyalatkan jenazah itu sedikit, maka Malik bin Hubairoh berusaha
menjadikan mereka dalam tiga shaf. (HR Ahmad dan Ashhabus Sunan. Hadis ini
dianggap hasan oleh Timidzi, dan shahih oleh Hakim).
Dianjurkan memperbanyak jumlah orang yang menyalatkan jenazah,
berdasarkan hadis Aisyah ra bahwa Nabi saw bersabda, "Tidaklah seorang mayat
yang disalatkan oleh sekelompok kaum muslimin berjumlah seratus orang dan
semuanya memohonkan syafaat untuknya, melainkan pemohonan mereka itu
dikabulkan." (HR Ahmad, Muslim, dan Timidzi)
Dari Ibnu Abbas berkata, dia telah mendengar Rasulullah saw
bersabda, "Tiada seseorang yang meninggal dunia lalu jenazahnya disalatkan
oleh empat puluh orang yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun,
melainkan Allah memberi syafaat baginya." (HR Ahmad, Muslim, dan Abu
Daud).
"Allahumma laa tahrimnaa ajrahu walaa taftinnaa ba'dahu waghfirillahumma lanaa walahu" (Ya Allah, janganlah Engkau halangi kami dari pahalanya, janganlah Engkau fitnah kami sepeninggalnya, serta ampunilah, ya Allah, kami dan dia).
Makmum Masbuq dalam Salat Jenazah
Barangsiapa tertinggal sesuatu dalam salat jenazah hendaklah
mengerjakannya (menyelesaikannya) sesudah imam mengucapkan salam menurut cara
seperti biasa, sekalipun jenazah telah diangkat tanpa menunggu masbuq. Namun,
menurut ulama Hanafi, jika jenazah telah diangkat tanpa menunggu makmum masbuq
itu, hendaklah ia hanya membaca takbir-takbir saja tanpa harus membaca sesuatu
apa pun lagi dan kemudian mengucapkan salam sebelum jenazah diangkat. Sebab,
yang menjadi rukun menurut mereka hanyalah membaca takbir dan selainnya adalah
sunnah. Dan makruh hukumnya melaksanakan salat jenazah di dalam masjid,
sekalipun jenazah berada di luar masjid, sebagaimana dimakruhkan pula
memasukkannya ke dalam masjid bukan untuk disalatkan. Namun, ulama Syafi'i
berpendapat sunnah menyalatkan jenazah di dalam masjid. Sedang menurut ulama
Hanbali, hukumnya mubah (boleh) jika tidak dikhawatirkan akan mengotori masjid,
dan bila akan mengotorinya maka hukumnya haram.
Yang Paling Berhak Menjadi Imam Salat Jenazah
Ulama Hanafi dan Hanbali berpendapat, yang harus didahulukan
menjadi imam salat jenazah adalah sultan (kepala negara) jika hadir, wakilnya
menurut ulama Hanafi atau waliyyul amri (penguasa, gubernur) di kota.
Namun, menurut ulama Syafi'i dan Hanbali, yang harus
didahulukan adalah ayah, kakek, dan seterusnya sampai ke atas, lalu anak dan
seterusnya dalam garis lurus ke bawah, dan kemudian saudara, sesuai dengan
urutan mereka dalam menjadi wali. Ulama Maliki juga sependapat dengan mereka
dalam mendahulukan kelompok kerabat ini di saat tidak terdapat sultan atau
wakilnya.
Jika si mayat telah berwasiat agar ia disalatkan oleh
seseorang, maka orang itulah yang paling berhak didahulukan. Dan di antara orang
yang harus didahulukan adalah imam masjid, sebab ketika masih hidup ia telah
menyukainya sebagai imam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar