Hari Raya idul fitri merupakan salah satu hari besar dalam islam yang sering dirayakan yang terkadang cenderung berlebihan. terlepas dari kemungkinan adanya perbedaan dalam menentukan
Hari Raya Idul Fitri ( 1 Syawal ), yang jelas, seluruh umat Islam di
dunia ini akan segera merayakan hari yang biasa dianggap ‘kemenangan’
tersebut. Perayaan rutin setiap tahun ini menjadi momen sangat penting setelah
berpuasa selama sebulan pada bulan Ramadhan. Seluruh umat Islam merayakannya
dengan suka dan cita, tak berbeda yang rajin puasa maupun yang puasa hanya
alakadarnya bahkan yang tidak puasa pun ikut merayakannya.
Sebagaimana sudah maklum, selain Hari Raya Idul Fitri, umat Islam juga punya Hari Raya Idul Adha pada 10 Dzulhijjah. Dalam literatur-literatur Islam klasik, hari raya ini disebut Idul Akbar (hari raya besar), sementara Idul Fitri hanya disebut sebagai Idul Ashgar (hari raya kecil).
Sebagaimana sudah maklum, selain Hari Raya Idul Fitri, umat Islam juga punya Hari Raya Idul Adha pada 10 Dzulhijjah. Dalam literatur-literatur Islam klasik, hari raya ini disebut Idul Akbar (hari raya besar), sementara Idul Fitri hanya disebut sebagai Idul Ashgar (hari raya kecil).
Sebagaimana
hari-hari besar lain, Idul Fitri tentu memiliki makna umum sebagai hari libur
nasional sekaligus makna khusus yang dirasakan umat Islam. Paling tidak, Idul
Fitri dianggap sebagai hari kemenangan mengalahkan hawa nafsu dengan berpuasa
sebulan penuh. Erat kaitannya dengan Hari Raya Idul Fitri adalah zakat fitrah yang
wajib dikeluarkan setiap individu Muslim.
Kalimat kedua dari dua terma ini (Idul Fitri dan zakat fitrah) adalah kalimat yang berasal dari bahasa Arab fithrah yang berarti natural atau dalam bahasa Indonesianya biasa diterjemahkan sebagai segala sesuatu yang suci, bersifat asal, atau pembawaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1997).
Sisi etimologis Idul Fitri terdiri dari dua kata. Pertama, kata ‘id yang dalam bahasa Arab bermakna `kembali’, dari asal kata ‘ada. Ini menunjukkan bahwa Hari Raya Idul Fitri ini selalu berulang dan kembali datang setiap tahun. Ada juga yang mengatakan diambil dari kata ‘adah yang berarti kebiasaan, yang bermakna bahwa umat Islam sudah biasa pada tanggal 1 Syawal selalu merayakannya (Ibnu Mandlur, Lisaanul Arab).
Kalimat kedua dari dua terma ini (Idul Fitri dan zakat fitrah) adalah kalimat yang berasal dari bahasa Arab fithrah yang berarti natural atau dalam bahasa Indonesianya biasa diterjemahkan sebagai segala sesuatu yang suci, bersifat asal, atau pembawaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 1997).
Sisi etimologis Idul Fitri terdiri dari dua kata. Pertama, kata ‘id yang dalam bahasa Arab bermakna `kembali’, dari asal kata ‘ada. Ini menunjukkan bahwa Hari Raya Idul Fitri ini selalu berulang dan kembali datang setiap tahun. Ada juga yang mengatakan diambil dari kata ‘adah yang berarti kebiasaan, yang bermakna bahwa umat Islam sudah biasa pada tanggal 1 Syawal selalu merayakannya (Ibnu Mandlur, Lisaanul Arab).
Dalam
Alquran diceritakan, ketika para pengikut Nabi Isa tersesat, mereka pernah
berniat mengadakan ‘id (hari raya atau pesta) dan meminta kepada Nabi Isa agar
Allah SWT menurunkan hidangan mewah dari langit (lihat QS Al Maidah
112-114). Mungkin sejak masa itulah budaya hari raya sangat identik dengan
makan-makan dan minum-minum yang serba mewah. Dan ternyata Allah SWT pun
mengkabulkan permintaan mereka lalu menurunkan makanan.(QS Al-Maidah: 115).
Jadi, tidak
salah dalam pesta Hari Raya Idul Fitri masa sekarang juga dirayakan dengan
menghidangkan makanan dan minuman mewah yang lain dari hari-hari biasa. Dalam
hari raya tak ada larangan menyediakan makanan, minuman, dan pakaian baru
selama tidak berlebihan dan tidak melanggar larangan. Apalagi bila disediakan
untuk yang membutuhkan. Abdur Rahman Al Midani dalam bukunya Ash-Shiyam Wa
Ramadh?n Fil Kitab Was Sunnah (Damaskus), menjelaskan beberapa etika
merayakan Idul Fitri. Di antaranya di situ tertulis bahwa untuk merayakan Idul
Fitri umat Islam perlu makan secukupnya sebelum berangka ke tempat shalat Id,
memakai pakaian yang paling bagus, saling mengucapkan selamat dan doa semoga
Allah SWT menerima puasanya, dan memperbanyak bacaan takbir. Kata yang kedua
adalah Fitri. Fitri atau fitrah dalam bahasa Arab berasal dari kata fathara
yang berarti membedah atau membelah, bila dihubungkan dengan puasa maka ia
mengandung makna `berbuka puasa’.
Kembali kepada fitrah ada kalanya ditafsirkan kembali kepada keadaan normal, kehidupan manusia yang memenuhi kehidupan jasmani dan ruhaninya secara seimbang. Sementara kata fithrah sendiri bermakna `yang mula-mula diciptakan Allah SWT` (Dawam Raharjo, Ensiklopedi Alquran: hlm 40, 2002). Berkaitan dengan fitrah manusia, Allah SWT berfirman dalam Alquran: “Dan ketika Tuhanmu mengeluarkan anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
Kembali kepada fitrah ada kalanya ditafsirkan kembali kepada keadaan normal, kehidupan manusia yang memenuhi kehidupan jasmani dan ruhaninya secara seimbang. Sementara kata fithrah sendiri bermakna `yang mula-mula diciptakan Allah SWT` (Dawam Raharjo, Ensiklopedi Alquran: hlm 40, 2002). Berkaitan dengan fitrah manusia, Allah SWT berfirman dalam Alquran: “Dan ketika Tuhanmu mengeluarkan anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
Bukankah Aku ini Tuhanmu?.
Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (QS. Al A`r?f: 172).”
Mereka menjawab:”Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (QS. Al A`r?f: 172).”
Ayat ini menjelaskan bahwa seluruh manusia pada firtahnya
mempunya ikatan primordial yang berupa pengakuan terhadap ketuhanan Allah SWT.
Dalam hadis, Rasulallah SAW juga mempertegas dengan sabdanya:
“Setiap anak Adam dilahirkan dalam keadaan fitrah: kedua
orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani dan Majusi (HR. Bukhari).”
Hadits ini memperjelas kesaksian atau pengakuan seluruh manusia yang disebutkan Alquran di atas.
Hadits ini memperjelas kesaksian atau pengakuan seluruh manusia yang disebutkan Alquran di atas.
Sisi terminologi
Kendati dalam literatur-literatur Islam klasik, Idul
Fitri disebut sebagai Idul Ashgar (hari raya yang kecil) sementara Idul
Adhha adalah Idul Akbar (hari raya yang besar), umat Islam di Tanah Air
selalu terlihat lebih semarak merayakan Idul Fitri dibandingkan hari-hari besar
lainnya, bahkan hari raya Idul Adha sekalipun. Momen Idul Fitri dirayakan
dengan aneka ragam acara, dimulai dengan shalat Id berjamaah di lapangan
terbuka hingga halal bi halal antarkeluarga yang kadang memanjang hingga akhir
bulan Syawal. Dalam terminologi Islam, Idul Fitri secara sederhana adalah hari
raya yang datang berulang kali setiap tanggal 1 Syawal yang menandai puasa
telah selesai dan kembali diperbolehkan makan minum di siang hari. Artinya,
kata fitri disitu diartikan `berbuka atau berhenti puasa` yang identik
dengan makan-makan dan minum-minum. Maka tidak salah apabila Idul Fitri pun disambut
dengan pesta makan-makan dan minum-minum mewah yang tak jarang terkesan
diada-adakan oleh sebagian keluarga.
Terminologi Idul Fitri seperti ini harus dijauhi dan
dibenahi, sebab selain kurang mengekspresikan makna Idul Fitri sendiri, juga
terdapat makna yang lebih mendalam lagi. Idul Fitri seharusnya dimaknai sebagai
`kepulangan seseorang kepada fitrah asalnya yang suci` sebagaimana ia
baru saja dilahirkan dari rahim ibu. Secara metafor, kelahiran kembali ini
berarti seorang Muslim yang selama sebulan melewati Ramadhan dengan puasa,
qiyam, dan segala ragam ibadahnya harus mampu kembali berislam, tanpa benci,
iri, dengki, serta bersih dari segala dosa dan kemaksiatan.
Idul Fitri berarti kembali pada naluri kemanusian yang
murni, kembali pada keberagamaan yang lurus, dan kembali dari seluruh praktik
busuk yang bertentangan dengan jiwa manusia yang masih suci. Kembali dari
segala kepentingan duniawi yang tidak islami. Inilah makna Idul Fitri yang
asli.
Adalah kesalahan besar apabila Idul Fitri dimaknai dengan
`perayaan kembalinya kebebasan makan dan minum` sehingga yang tadinya
dilarang makan siang, setelah hadirnya Idul Fitri akan balas dendam., atau
dimaknai sebagai kembalinya kebebasan berbuat maksiat yang tadinya dilarang dan
ditinggalkan. Kemudian, karena Ramadhan sudah usai maka kemaksiatan kembali
ramai-ramai digalakkan. Ringkasnya, kesalahan itu pada akhirnya menimbulkan
sebuah fenomena umat yang saleh musiman, bukan umat yang berupaya
mempertahankan kefitrian dan nilai ketakwaan.
Ikhtisar
- Idul fitri merupakan momentum terbaik
bagi setiap manusia untuk kembali ke fitrahnya sebagai makhluk yang suci dan
terampuni dosanya.
- Cuma, saat ini masih banyak kalangan
yang mengartikan Idul Fitri hanya sebagai hari terbebasnya manusia dari
kewajiban berpuasa.
- Ada juga kalangan yang menjadikan
Idul Fitri sebagai hari pamer kemewahan.
- Mereka yang keliru memaknai Idul
Fitri hanya akan menjadi manusia yang saleh secara musiman.
Selamat Hari Raya Iedul Fitri .. Taqobalallohu mina wa minkum
Selamat Hari Raya Iedul Fitri .. Taqobalallohu mina wa minkum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar