Utsman bin Affan, dikenal sebagai Abu Abdillah, dilahirkan di
Makkah. Dzunnurrain julukan kehormatannya karena mengawini dua putri Nabi
berturut-turut. Ia termasuk keluarga besar Umayyah dari suku Quraisy, dan
silsilah pertaliannya dengan Nabi adalah generasi kelima.
Setelah melalui pendidikan dasarnya, Utsman menjalankan usaha nenek moyangnya
yang menjadi pedagang Arab terkemuka. Ia sahabat dekat Abu Bakar, khalifah Islam
pertama. Adalah Abu Bakar yang membawa berita pertama kali tentang Islam
kepadanya. Bersama dengan Thalhah bin Ubaidillah, ia masuk Islam langsung
melalui Nabi. Ia sempat disiksa dengan kejam oleh pamannya sendiri, Hakim,
karena masuk agama baru itu, namun Utsman tetap pada pendiriannya.
Atas perintah Nabi, Utsman hijrah ke Abessinia bersama kaum Muslimin lainnya.
Ia berada di bawah Abu Bakar dan membantu dana keuangan kepada Islam di
masa-masa awalnya. Ia mengabdikan diri dengan sepenuhnya walaupun harus
mengorbankan perdagangannya. Ia berperan aktif dalam dewan inti agama Islam.
Meninggalkan harta bendanya kemudian hijrah ke Madinah bersama kaum Muslimin
lainnya. Pada waktu itu, di Madinah hanya ada sebuah sumur sumber air minum
bernama Bir Rumah milik seorang non Muslim yang memungut pembayaran yang tinggi
dari kaum Muslimin yang memerlukannya. Karena Nabi menginginkan kaum Muslimin
membeli sumur tersebut, seketika itu Utsman tampil menyatakan kesediaannya. Ia
membelinya dengan harga 30.000 dirham, lalu menjadikan sumur itu milik umum.
Utsman juga membeli tanah yang berbatasan dengan masjid Nabi di Madinah, karena
bangunan ibadah tidak lagi mampu menampung orang yang sholat. Dari uangnya
sendiri pula Utsman membiayai perluasan masjid itu.
Semasa hidup Nabi, kecuali dalam perang Badar, Utsman senantiasa berperan
serta dalam setiap peperangan mempertahankan agama Islam yang baru berkembang.
Pada perang Badar, Nabi meminta Utsman menjaga isterinya, Ruqayyah, yang sedang
dalam sekaratul maut.
Selama masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar, Utsman menjadi pejabat yang
dipercayai sebagai anggota terkemuka dewan inti, dan pendapatnya tentang masalah
kenegaraan yang penting-penting selalu didengarkan. Ia satu di antara dua orang
yang diajak berunding oleh Abu Bakar menjelang wafatnya, untuk membicarakan soal
pengangkatan Umar sebagai penggantinya.
Saat akan meninggal Umar mengajukan enam calon khalifah yang salah satu di
antaranya akan dipilih menggantikan dirinya. Empat calon mengundurkan diri,
sehingga tinggal Utsman dan Ali sebagai kontestan. Kedua orang itu setuju
menerima keputusan Abdur Rahman ibn 'Auf, yang pada hari ketiga memberikan
suaranya untuk Utsman sebagai khalifah Islam ketiga. Terpilihnya Utsman diikuti
dukungan dan sumpah setia penduduk Madinah kepadanya.
Enam tahun pertama pemerintahan Utsman ditandai dengan perluasan khilafah
Islam yang besar sekali, di samping tercapainya prestasi besar di bidang
kehidupan lainnya. Hanya enam bulan setelah pemilihan khalifah ketiga, orang
Parsi memberontak melawan kekuasaan Islam. Bekas raja Parsi, Yezdejird, yang
berada di pembuangan, ada di balik pemberontakan ini, yang didukung agen-agennya
yang sangat aktif di seluruh negeri itu. Utsman langsung menanggulangi
pemberontakan itu dengan tangan besi, dengan mengirimkan bala bantuan untuk
memadamkan kerusuhan. Ia mengejar pemberontak sampai ke luar perbatasan Parsi,
sehingga mendapatkan daerah tambahan baru. Menjelang tahun 30 H, daerah-daerah
di utara dan timur Parsi, termasuk Balkh, Turkistan, Heart, Kabul, Ghazni,
Khorasan, Tus, Meashapur, dan Merv jatuh ke tangan tentara Islam, dan dimasukkan
ke dalam kerajaan Islam. Sementara Yezdejird yang menyelamatkan diri, meninggal
dalam pembuangan pada tahun 32 H. kematiannya membawa perdamaian abadi di Parsi.
Bahkan orang Turki dan Romawi di barat laut Parsi dapat ditaklukkan. Orang
Romawi dikejar sampai jauh melewati sebelah barat perbatasan Parsi. Bendera
Islam dipancangkan dengan perkasa di pantai-pantai Laut Hitam.
Pada tahun kedua kekhalifahan Utsman, orang Romawi menyerang Syiria melalui
Asia Kecil. Garnisun yang dikomandoi Muawiyyah, gubernur Syiria, jumlahnya lebih
kecil dari pasukan pihak penyerbu, sehingga hampir saja mereka tidak dapat
mengatasi situasi. Datangnya bala bantuan baru mempercepat hancurnya pasukan
Romawi dan musuh dikejar sampai ke pantai Laut Hitam, Armenia, Azerbaijan, dan
Asia Kecil jatuh ke tangan kaum Muslimin, seperti juga Tiflis di Laut Hitam.
Pada tahun 32 H, Muawiyyah mengepung Konstantinopel. Di perbatasan dibangun
benteng-benteng kuat untuk menahan gerak maju tentara Romawi ke daerah kaum
Muslimin.
Orang Romawi memasang batu loncatan di Mesir dan Afrika Barat dalam upaya
menduduki daerah Muslimin. Mereka merebut Alexandria dalam tahun 25 H (646 M),
tapi tentara Muslimin di bawah pimpinan Amr ibn al-Ash segera merebut kembali
Alexandria. Gregorius, panglima pasukan Romawi di Tripoli mempunyai 120.000
prajurit. Mereka merupakan ancaman yang terus-menerus bagi negara Muslimin di
sekitarnya. Sepasukan tentara yang kuat, termasuk veteran besar seperti Abdullah
ibn Zubair, segera dikirim dari Madinah untuk menghadapi situasi rawan itu.
Tentara Romawi memberikan perlawanan gigih, tapi dengan tewasnya panglima perang
mereka di tangan Abdullah bin Zubair, perlawanan musuh menjadi porak poranda dan
kalah dengan menderita banyak korban jiwa.
Di bawah pemerintahan Utsman, kaum Muslimin pertama kalinya melancarkan
perang laut. Pada mulanya Khalifah melarang Muawiyyah menyerang Cyprus, kubu
Romawi di sepanjang perbatasan Syiria, sehingga merupakan bahaya laten bagi
wilayah Muslimin. Dari pulau yang strategis itulah orang Romawi melancarkan
serangan beruntun ke pantai Syiria. Dengan syarat-syarat tertentu, Utsman
kemudian mengizinkan Muawiyyah menyerbu pulau itu. Muawiyyah membangun sebuah
armada laut yang kuat, armada pertama bagi Islam. Cukup aneh juga dapat
didudukinya Cyprus oleh Syiria tanpa banyak perlawanan.
Pada tahun 31 H (654 M) Romawi menyerbu Mesir dengan mengerahkan 500 kapal.
Gubernur Muslimin di Mesir menghadapi musuh dengan armada yang kecil. Dia
mengikatkan kapal-kapalnya satu sama lainnya, dan dengan perang jarak dekat
armada Romawi dapat dikalahkan. Sukses ini mengukuhkan reputasi angkatan laut
Muslimin di timur Laut Tengah.
Banyak alasan yang menjadi penyebab lahirnya pertikaian di antara kaum
Muslimin, yang memuncak dengan timbulnya pemberontakan terbuka terhadap
kekuasaan Khalifah. Tapi faktornya yang utama di balik persengkongkolan ini
ialah kebencian kepada kekuatan Muslimin, yang mendorong Ibn Saba dan para
pengikutnya ingin membakarnya dari dalam. Prinsip-prinsip demokrasi yang
diterapkan dalam Islam, serta kesederhanaan dan kesalehan Utsman yang tidak
menginginkan terjadinya pertumpahan darah di antara sesama Muslimin, memberi
keleluasaan kepada komplotan jahat memfitnah dan merusak rezimnya. Permintaan
para penguasa lokal, yang daerahnya dilanda kerusuhan, agar diizinkan menumpas
para agitator sampai ke akar-akarnya, tidak menggoyahkan Khalifah yang tulus
itu.
Selama enam tahun pertama kekhalifahan Utsman, administrasi pemerintahannya
tidak kehilangan efektifitas, sama seperti para pendahulunya. Sedang kegiatan
pembangunaan bangsa tetap berlanjut. Setelah huru-hara di Parsi dipatahkan
dengan tangan besi, batas-batas negara diperluas. Perang laut yang diperkenalkan
mendapat sukses besar, sedangkan negara tidak kehilangan tenaga dan
vitalitasnya. Semua itu merupakan ciri-ciri pertumbuhan luar biasa kerajaan
Islam selama pemerintahan Khalifah kedua. Tapi fiil buruk sejumlah bekas orang
Kristen dan Yahudi yang memeluk agama Islam dengan sikap mental yang reserve,
hanya demi mereguk keuntungan dari prinsip demokrasi Islam tapi menolak
diberlakukannya pembatasan terhadap penyelewengan dan kelemahan moralnya,
bertemu secara utuh dalam diri pemimpin mereka yang pandai, Ibn Saba, seorang
Yahudi Yaman yang baru memeluk agama Islam. Daerah Arab di Basrah, Kufa dan
Fustat (Cairo), yang dihuni orang non Hejaz, menjadi mangsa yang empuk bagi
intrik keji Ibn Saba dan antek-anteknya. Ia menyebarluaskan intrik-intriknya ke
seluruh Irak, Mesir, Kufa dan Fustat yang menjadi pusat komplotannya terhadap
Khalifah.
Sejauh batas kemampuan manusia, ia menerapkan disiplin dengan keras dan tidak
memihak dalam menyelenggarakan keadilan. Ini terbukti dari hukuman cambuk yang
dijatuhkannya kepada Gubernur Walid yang ada hubungan keluarga dengannya, karena
dituduh pemabuk. Utsman juga memecat beberapa gubernur dari suku Umayyah,
padahal mereka terbukti administrator yang pandai. Yang dijalankannya adalah
menarik unsur-unsur yang berintegritas, mampu dan dinamis, serta senantiasa
mengikuti contoh pendahulunya. Usahanya menjauhi nepotisme terbukti dengan tidak
membiarkan putranya yang berbakat, Abdullah bin Umar, mengisi sebuah jabatan
pemerintahan. Maka hilanglah sebuah senjata yang hendak ditodongkan pengacau
kepada Khalifah. Namun ini tidak membuat mereka berhenti. Nasehat-nasehat yang
menyesatkan dari sekretarisnya, Marwan, juga menjadi salah satu sumber
malapetaka bagi Utsman.
Akhirnya saat yang genting itu pun tiba. Para pemberontak mengepung Madinah,
toh tekad penduduk kota ingin membela khalifahnya sampai titik darah penghabisan
tidak disetujui Utsman. Ia tidak menginginkan timbulnya pertumpahan darah di
kalangan kaum Muslimin. Tapi larangan itu tidak diindahkan Ali, yang menempatkan
dua putranya berjaga-jaga di pintu depan rumah Khalifah, yang siap mengorbankan
nyawanya sendiri. Tindakan ini juga dilakukan sejumlah orang lainnya. Di antara
tuntutan beberapa pemberontak, Khalifah menyetujui mengangkat Muhammad bin Abu
Bakar sebagai gubernur Mesir. Dengan ini pemberontak merasa puas dan lalu mereka
menarik diri sehingga rendah topan keributan yang siap melanda Madinah.
Tapi beberapa hari kemudian, para pemberontak muncul lagi dan kembali
mengepung Madinah. Ketika ditanya kenapa mereka mengulangi perbuatan itu lagi,
para pemberontak mengaku telah menemukan sepucuk surat rahasia Khalifah yang
memerintahkan gubernur Mesir memenggal kepala Muhammad bin Abu Bakar segera
setelah ia tiba di sana. Mereka tidak menunjukkan siapa kurir pembawa surat
rahasia tersebut. Khalifah dengan keras membantah adanya surat seperti itu. Para
pemberontak kemudian memang menerima pernyataan Khalifah, tapi mereka kini
giliran mereka menuduh sekretaris Khalifah, Marwan, sebagai yang bertanggung
jawab atas pemalsuan surat keji tadi. Pemberontak menuntut agar Marwan
diserahkan kepada mereka, tapi Khalifah menolaknya sebelum ada bukti yang pasti
tentang perbuatannya. Para pemberontak tidak dapat menjawab dengan memuaskan
pertanyaan Ali, "Bagaimana mereka kembali bersama-sama pada waktu yang
bersamaan, sedangkan arah jalan mereka berlawanan?" Ali lalu menganggap surat
tersebut palsu. Khalifah yang saleh dan arif itu, dalam pidatonya di hadapan
para pemberontak, berkata, "Adapun perkara maut, aku tidak takut, dan soal mati
bagiku hal yang mudah. Soal bertempur, kalau aku menginginkannya, ribuan orang
akan datang mendampingiku berjuang. Tapi aku tidak mau menjadi penyebab
tertumpahnya darah, walau setetespun, darah kaum Muslimin."
Akhirnya puncak krisis datang juga. Banyak orang Madinah pergi ke Makkah
untuk menunaikan ibadah haji. Para pemberontak menganggapnya sebagai kesempatan
yang baik untuk melancarkan rencana jahat mereka. Mereka menyerang rumah
Khalifah. Waktu itu, karena tidak berani masuk melalui pintu gerbang yang di
jaga putra-putra Ali yang gagah berani, mereka memanjat dinding rumah di bagian
belakang dan membunuh Khalifah tua ketika ia sedang membaca kitab suci
Al-Qur'an. Toh Utsman berpulang dengan sangat tenang. Jari manis isterinya
terpotong ketika membela suaminya. Khalifah mati syahid pada tanggal 17 Juni 656
M. itulah caranya mati. Ia memberikan jiwanya sebagai "pengorbanan bagi
solidaritas Muslimin." Pada waktu itu Utsman berumur 82 tahun, dan
kekhalifahannya berlangsung selama 12 tahun.
Sebelum maupun sesudah terpilihnya ia sebagai khalifah, Utsman telah
menyumbangkan sejumlah uang yang sangat berharga bagi perkembangan agama Islam.
Seluruh harta bendanya diserahkan untuk digunakan Nabi. Kedermawaannya luar
biasa. Ketika terpilih menduduki jabatan khalifah, ia tidak mengambil apa pun
dari Baitul Mal. Ia malahan melayani rakyatnya dengan hasil usaha dagangnya
sendiri. Sejarawan Islam yang ternama, Thabari, mengutip pidato khalifah Islam
yang ketiga itu sebagai berikut: "Ketika kendali pemerintahan dipercayakan
kepadaku, aku pemilik unta dan kambing paling besar di Arab. Sekarang aku tidak
mempunyai kambing atau unta lagi, kecuali dua ekor untuk menunaikan ibadah haji.
Demi Allah tidak ada kota yang aku kenakan pajak di luar kemampuan penduduknya
sehingga aku dapat disalahkan. Dan apa pun yang telah aku ambil dari rakyat aku
gunakan untuk kesejahteraan mereka sendiri. Hanya seperlima bagian yang aku
ambil untuk keperluan pribadi (yaitu yang dari Baitul Mal). Di luar itu tidak
ada. Uang itu dibelanjakan untuk orang yang pantas menerimanya, bukan untukku,
tapi untuk kaum Muslimin sendiri. Tidak satu sen pun dana masyarakat
disalahgunakan. Aku tidak mengambil apa pun dari dana tersebut. Bahkan apa yang
aku makan, dari nafkahku sendiri."
Prestasi tertinggi Utsman ialah berhasil dihimpun dan distandarkannya
Al-Qur'an. Semasa pemerintahannya, Islam tersebar luas ke daerah-daerah yang
jauh, yang dihuni oleh berbagai bangsa yang berbeda. Perbedaan pengucapan dan
dialek di Arab membuat lahirnya keanekaragaman cara membaca Al-Qur'an. Inilah
yang membuat ia menganggap perlunya menyusun Al-Qur'an standar, yang dapat
memberikan tuntunan kesatuan pengucapan ayat-ayatya secara baik dan benar di
seluruh dunia. Khalifah pertamalah, Abu Bakar, yang menyusun salinan Al-Qur'an
standar setelah membanding-bandingkannya dengan memakai bantuan sumber-sumber
yang dapat dipercaya. Salinan Al-Qur'an tersebut ada pada isteri Nabi. Beberapa
salinan dari jilid ini dipersiapkan Khalifah setelah berkonsultasi dengan para
sahabat Nabi yang terkenal, lalu dikirim ke pusat-pusat kerajaan Islam untuk
dijadikan bahan yang standar. Untuk menghindari perbedaan versi, semua salinan
yang tidak otentik dibakar. Tindakan ini diambil atas persetujuan semua sahabat
dekat Nabi SAW, yang merupakan sebuah dewan yang menjamin penyebarluasan salinan
yang standar tersebut. Tindakan tersebut diambil juga sesuai dengan keinginan
Nabi, yang menghendaki adanya penyusunan Al-Qur'an secara standar.
Khalifah yang ketiga ini terutama terkenal karena integritas dan
kesederhanaannya, kesalehan, dan sikapnya yang rendah hati. Dalam hal
kejujurannya, tak seorang pun meragukannya bahkan musuhnya sekalipun. Tak syak
lagi, beberapa orang tertentu telah memanfaatkan kesederhanaan Utsman, toh
apapun yang ia perbuat, itu dilakukannya dengan maksud dan tujuan yang baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar