Dahulu kala, disebuah daerah pesisir pantai yang ada di pulau Sumatera
hiduplah sebuah keluarga nelayan yang terdiri dari ayah, ibu dan seorang
anak laki-laki yang diberi nama Malin Kundang. Penghasilan sang ayah
yang sangatlah pas-pasan tidak mampu mencukupi biaya hidup keluarga ini.
Oleh karena itu sang ayah malin memutuskan untuk mencari nafkah di
negeri seberang. Maka tinggallah si Malin dan ibunya di gubug mereka.
Seminggu, dua minggu, sebulan, dua bulan bahkan sudah tiga kali puasa
tiga kali lebaran, sang ayah tak pulang-pulang sepucuk surat pun tak
datang. akhirnya ibunya harus menggantikan posisi ayah Malin untuk mencari nafkah.
Malin adalah anak yang cerdas tetapi sedikit nakal. Pada Suatu hari
ketika Malin sedang bermain di depan gubugnya, malin melihat seekor ayam
melintas tidak jauh dari tempatnya., serta merta iapun langsung
mengejar ayam itu. Akan Tapi.. tiba-tiba kakinya tersandung dan lengan
kanannya luka terkena batu. Luka tersebut menjadi berbekas dan tidak
bisa dihilangkan. Setelah beranjak dewasa, Malin merasa kasihan dengan
ibunya yang banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia
berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan nantinya
ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi seorang yang kaya
raya. Malin tertarik dengan ajakan seorang nakhoda kapal dagang yang
dulunya miskin sekarang sudah menjadi seorang yang kaya raya. Malin
kundang mengutarakan maksudnya kepada ibunya. Ibunya semula kurang
setuju dengan maksud Malin Kundang, tetapi karena Malin terus mendesak,
Ibu Malin Kundang akhirnya menyetujuinya walau dengan berat hati.
Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan secukupnya, Malin segera
menuju ke dermaga dengan diantar oleh ibunya. "Anakku, jika engkau sudah
berhasil dan menjadi orang yang berkecukupan, jangan kau lupa dengan
ibumu dan kampung halamannu ini, nak", ujar Ibu Malin Kundang sambil
berlinang air mata. Kapal yang dinaiki Malin semakin lama semakin jauh
dengan diiringi lambaian tangan Ibu Malin Kundang.
Selama berada di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu
pelayaran pada anak buah kapal yang sudah berpengalaman. Di tengah
perjalanan, tibatiba kapal yang dinaiki Malin Kundang di serang oleh
bajak laut. Semua barang dagangan para pedagang yang berada di kapal
dirampas oleh bajak laut. Bahkan sebagian besar awak kapal dan orang
yang berada di kapal tersebut dibunuh oleh para bajak laut. Malin
Kundang sangat beruntung dirinya tidak dibunuh oleh para bajak laut,
karena ketika peristiwa itu terjadi, Malin segera bersembunyi di sebuah
ruang kecil yang tertutup oleh kayu. Malin Kundang terkatung- katung
ditengah laut, hingga akhirnya kapal yang ditumpanginya terdampar di
sebuah pantai. Dengan sisa tenaga yang ada, Malin Kundang berjalan
menuju ke desa yang terdekat dari pantai. Sesampainya di desa tersebut,
Malin Kundang ditolong oleh masyarakat di desa tersebut setelah
sebelumnya menceritakan kejadian yang menimpanya. Desa tempat Malin
terdampar adalah desa yang sangat subur. Dengan keuletan dan
kegigihannya dalam bekerja, Malin lama kelamaan berhasil menjadi seorang
yang kaya raya. Ia memiliki banyak kapal dagang dengan anak buah yang
jumlahnya lebih dari 100 orang. Setelah menjadi kaya raya, Malin Kundang
mempersunting
seorang gadis untuk menjadi istrinya. Berita Malin Kundang yang telah
menjadi kaya raya dan telah menikah sampai juga kepada ibu Malin
Kundang. Ibu Malin Kundang merasa bersyukur dan sangat gembira anaknya
telah berhasil. Sejak saat itu, ibu Malin Kundang setiap hari pergi ke
dermaga, menantikan anaknya yang mungkin pulang ke kampung halamannya.
Setelah beberapa lama menikah, Malin dan istrinya melakukan pelayaran
dengan kapal yang besar dan indah disertai anak buah kapal serta
pengawalnya yang banyak. Ibu Malin Kundang yang setiap hari menunggui
anaknya, melihat kapal yang sangat indah itu, masuk ke pelabuhan. Ia
melihat ada dua orang yang sedang berdiri di atas geladak kapal. Ia
yakin kalau yang sedang berdiri itu adalah anaknya Malin Kundang beserta
istrinya. Malin Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut oleh ibunya.
Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan orang
tersebut, semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin
Kundang. "Malin Kundang, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa
mengirimkan kabar?", katanya sambil memeluk Malin Kundang. Tapi apa yang
terjadi kemudian? Malin Kundang segera melepaskan pelukan ibunya dan
mendorongnya hingga terjatuh. "Wanita tak tahu diri, sembarangan saja
mengaku sebagai ibuku", kata Malin Kundang pada ibunya. Malin Kundang
pura-pura tidak mengenali ibunya, karena malu dengan ibunya yang sudah
tua dan mengenakan baju compang- camping. "Wanita itu ibumu?", Tanya
istri Malin Kundang. "Tidak, ia hanya seorang pengemis yang pura-pura
mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku", sahut Malin kepada
istrinya. Mendengar pernyataan dan diperlakukan semena-mena oleh
anaknya, ibu Malin Kundang sangat marah. Ia tidak menduga anaknya
menjadi anak durhaka. Karena kemarahannya yang memuncak, ibu Malin
menengadahkan tangannya sambil berkata "Oh Tuhan, kalau benar ia anakku,
aku sumpahi dia
menjadi sebuah batu". Tidak berapa lama kemudian angin bergemuruh
kencang dan badai dahsyat datang menghancurkan kapal Malin Kundang.
Setelah itu tubuh Malin Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan
akhirnya berbentuk menjadi sebuah batu karang.
Demikian akhir dari kisah malin kundang, seorang anak yang akhirnya
berubah menjadi sebuah batu akibat dari kedurhakaannya kepada ibu
kandungnya sendri. Dari cerita ini kita bisa memetik hikmah bahwa
sebagai seorang anak, jangan pernah melupakan semua jasa orangtua
terutama kepada seorang Ibu yang telah mengandung dan membesarkan kita,
apalagi jika sampai menjadi seorang anak yang durhaka. Karna sifat
durhaka adalah dosa besar yang akan mendatangkan malapetaka baik saat
kita hidup maupun saat kita berpulang menghadap sang pencipta nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar