Selamat Datang Di Kampus Ceria.. MADRASAH IBTIDAIYAH MUHAMMADIYAH KAYUTREJO " Mandiri Santun Cerdas " (Mimka MSc) Status Terakreditasi ~ Terimalah Salam Kami Asalamu'alaikum Warahmatullohi Wabarokaatuh, Mimka Selalu ada yang baru. "Silaturrohmi Alumni, Menjalin Ukhuwah Dunia Akhirat; Mempersiapkan Siswa - Siswi Madrasah yang Mandiri, Santun dan Cerdas

Sabtu, 22 Juni 2013

Pentingnya Budaya Membaca

Membaca, tentu semua orang tahu arti dari sebuah kata tersebut Sebagian orang ada yang berfikir membaca membuat sesuatu jadi membosankan dan banyak menyita waktu, tenaga dan pikiran. Sehingga dapat memunculkan image yang kurang baik dalam membaca. Padahal dengan membaca kita akan mendapat banyak pengetahuan yang tidak pernah di dapat sebelumnya. Selain itu membaca bias memperluas wawasan di berbagai aspek kehidupan, misalnya di dunia IPTEK.
Dalam beberapa tahun ini membaca dalam kehidupan sehari-hari sangat sulit dijumpai. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa semua hampir jarang menerapkan budaya membaca. Di dalam persekolahan saja masih banyak siswa atau murid yang jarang membaca, padahal diluar sana sangat memerlukan pendidikan. Terutama kaum remaja, mereka sudah tidak mau peduli dengan aktivitas membaca. Lebih baik kumpul dengan teman-teman ketimbang membaca.
Seiring perkembangan zaman, banyak budaya-budaya asing yang mengakulturasi dari sebagian bahkan hampir semua kebudayaan di Indonesia, termasuk budaya membaca. Hampir tidak mungkin kita dapat temukan satu lingkup golongan yang gemar membaca. Padahal dengan membaca kita dapat menguasai dunia dengan intelektualitas yang tinggi. Sering kita mendengar adanya system pertukaran pelajar mancanegara, tetapi hanya segelintir orang saja yang bias melakukan hal itu, hanya orang yang memiliki ekonomi yang tinggi yang bias melakukannya.
Zaman sudah berganti zaman. Semakin ke depan semakin mengancam kebudayaan membaca. Bayangkan saja, anak umur 5 tahun lebih berat meninggalkan game online ketimbang pendidikan nonformal, seperti TK (Taman Kanak-Kanak), maupun Play Group. Bahkan sudah menginjak umur 7 tahun saja mereka lebih baik meninggalkan bangku Sekolah Dasar daripada harus meninggalkan dunia maya. Jika hal ini terus dibiarkan maka jumlah pelajar terdidik semakin tahun, semakin berkurang.
Sekarang sudah zaman dimana fasilitas-fasilitas yang ada sudah canggih. Semuanya serba teknologi, semuanya serba praktis, dan semuanya serba otomatis. Tapi dibalik itu semua ada sisi negatif. Anak-anak lebih cepat mengerti teknologi di banding orang dewasa maupun orangtua. Dari situlah muncul golongan pembaca buku yang tidak aktif. Orang-orang lebih senang dengan teknologi yang otomatis, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orangtua, semua terlibat didalamnya.
Untuk itu dibutuhkan peran orang tua dalam memotivasi mereka dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya dengan kegiatan membaca. Karena pada saat itulah semua kreativitas dapat tumbuh dengan baik, bukan membonsainya dengan teknologi. Teknologi dapat menjadi alat penghancur jikalau kita tidak selektif dalam menggunakannya dan teknologi alat pembantu dikala kita membutuhkannya.
Dalam hal membangun budaya membaca yang memiliki eksistensi yang baik dibutuhkan waktu yang lama, biaya yang mahal, moralitas yang tinggi dan kerjasama yang kolektif, baik orang tua, teman atau kolega, dan pemerintah. Bagaimana mau menerapkan budaya membaca yang tinggi kalau ketiga elemen yang dibutuhkan tidak menunjang kegiatan tersebut. Agar perkembangan budaya membaca bisa berjalan dengan cepat, diperlukan penanaman kebiasaan membaca yang serius dari masing individu.
Dalam ruang lingkup keluarga orang tua dapat menyediakan fasilitas seperti ruang belajar sendiri yang nyaman agar si anak tetap betah untuk berlama-lama membaca diruang tersebut. Tanpa disadari hal yang demikian akan menambah motivasi anak untuk membaca Kemudian peran teman adalah mengajak teman-teman sejawatnya untuk membaca di Perpustakaan keliling atau di tempat-tempat yang sekiranya banyak menyediakan buku bacaan.
Di sekolah, guru adalah ujung tombak untuk menciptakan budaya baca dalam diri siswa. Banyak hal bisa dicoba dan diterapkan untuk menumbuhkan budaya tersebut. Seperti halnya mengajak peserta didik untuk membaca dan menelaah buku-buku yang menarik di perpustakaan. Atau dengan memberikan tugas yang sumbernya harus dicari di perpustakaan. Guru dan petugas perpustakaan sebaiknya juga mengajarkan peserta didik bagaimana menggunakan perpustakaan, mengenal, mencari, mengumpulkan, mengorganisasikan informasi, dan menyajikan presentasi yang dibutuhkan.
Undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) menjelaskan bahwa perpustakaan merupakan sumber daya pendidikan yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas Pendidikan Prasekolah, Pendidikan Dasar dan Menengah. Jadi peran perpustakaan di sini sangat strategis sekali untuk menunjang pertumbuhan minat baca siswa dan masyarakat. Pelayanan, program, dan koleksi perpustakaan menjadi penting untuk menguatkan Propenas di atas. Layanan perpustakaan terutama di sekolah-sekolah tidak bisa hanya buka pada jam-jam istirahat saja. Perpustakaan harus buka ekstra, misalnya di jam-jam pulang sekolah, karena kebanyakan siswa baru memiliki waktu yang longgar pada jam-jam tersebut. Desain perpustakaan seyogyanya juga dibuat senyaman mungkin bagi pengunjungya. Selain itu petugas perpustakaan bisa membuat program pemilihan pengunjung perpustakaan teraktif. Bisa dalam rentang waktu perbulan, persemester, atau sebagainya. Intinya hal demikian dimaksudkan untuk menarik pengunjung datang ke perpustakaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar